Cute Finding Nemo

Sabtu, 02 April 2016

Peranan Komunikasi dalam Konflik


A.    Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi dalam bahasa inggris yaitu communication berasal dari communis dalam bahasa latin yang berarti sama common kemudian berubah menjadi kata kerja communicare yang artinya menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal usul katanya, komunikasi berarti menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama. Komunikasi didefinisikan sebagai pertukaran informasi antara pengirim informasi dengan penerima, serta gangguan (persepsi) arti antara individu yang terlibat.[1]
Komunikasi diartikan pula sebagai proses mengirim dan menerima pesan, serta dikatakan efektif jika pesan tersebut dapat dimengerti dan menstimulasi tindakan atau mendorong orang lain untuk bertindak sesuai dengan  pesan yang disampaikan tersebut.
Agar komunikasi efektif mudah tercapai, maka orang yang melakukan komunikasi berkewajiban untuk membuat dirinya mengerti dan orang yang tidak paham saat menerima pesan berkewajiban untuk meminta penjelasan.[2]
Komunikasi dalam organisasi diartikan sebagai suatu komunikasi atau proses untuk anggota menghimpun informasi yang berhubungan dengan organisasinya dan merubah apa yang terjadi di dalamnya.
Dalam kehidupan organisasional, para anggota organisasi tidak dapat dan memang tidak mungkin hidup terisolasi, baik dari rekan-rekan sekerjanya maupun dari lingkungannya. Tujuan yang hendak dicapai, strategi yang hendak dijalankan, keputusan yang harus dilaksanakan, rencana yang harus direalisasikan, program kerja yang harus diselenggarakan, kegiatan yang harus dilaksanakan, kesemuanya memerlukan hubungan, baik antar individu maupun antar satuan kerja. Dengan kata lain, para anggota organisasi mutlak perlu berkomunikasi satu sama lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan bagian integral daripada seluruh proses administrasi dan manajemen.


Bila suatu organisasi sampai sampai pada titik dimana komunikasi dalam organisasi tidak seefektif yang seharusnya, organisasi itu tidak akan berfungsi seefektif yang seharusnya. Contohnya, dahulu di dalam Marriot Internasional, jaringan hotel yang tersebar di seluruh dunia, 40 persen karyawan baru keluar  dari perusahaan dalam jangka waktu tiga bulan setelah mereka diterima. Itu semua terjadi dikarenakan komunikasi antar karyawan tidak efektif. Setidaknya itu yang terjadi dulu, belakangan ini angka keluar karyawan mulai berkurang secara signifikan, karena Marriott telah berusaha keras memperbaiki cara perusahaan berkomunikasi dengan karyawan barunya.
Semua tugas manajer, tanpa terkecuali, berhubungan dengan proses komunikasi. Masalah-masalah serius yang sering muncul adalah disalah artikannya perintah dari atasan, tersinggungnya seseorang oleh gurauan rekan kerjanya, atau disalah artikannya komentar atasan sehingga terjadi sakit hati dikalangan karyawannya. Situasi tersebut adalah contoh kegagalan proses komunikasi.
Dengan demikian pula, jelaslah bahwa komunikasi dengan segala seginya merupakan hal yang amat penting untuk mendapat perhatian dari seluruh anggota organisasi, baik pada tingkat pelaksana maupun tingkat pimpinan. Melalui komunikasi yang efektiflah kerjasama yang harmonis dapat ditumbuhkan, dipelihara dan dikembangkan.[3]
 

B.     Meningkatkan Komunikasi dalam Organisasi

Manajer yang berupaya sebagai komunikator yang lebih baik akan membedakan dua tugas yang harus mereka selesaikan. Pertama, mereka harus meningkatkan pesan-pesan mereka. Kedua, mereka harus berupaya meningkatkan pemahaman mereka sendiri tentang apa yang orang lain coba komunikasikan. Seiring beragamnya organisasi, kesempatan munculnya kegagalan juga semakin besar. Berikut ini adalah cara-cara untuk memperbaiki komunikasi:
1.       Menindaklanjuti
Melakukan tindak lanjut berkaitan dengan asumsi bahwa anda telah salah mengerti dan jika mungkin, memastikan apakah makna yang anda ingin sampaikan benar-benar sudah diterima. Seperti telah kita lihat, makna adalah apa yang ada dalam pikiran si penerima pesan.
2.       Mengatur alur informasi
Pengaturan komunikasi dapat memastikan alur informasi yang optimal kepada para manajer, karena itu juga menghilangkan “kelebihan muatan komunikasi”.
3.       Memanfaatkan umpan balik
Umpan balik adalah salah satu unsur yang penting dalam komunikasi dua arah yang efektif. Umpan balik memberikan para penerima pesan kesempatan untuk menanggapi pesan, sehingga  pengirim pesan dapat melihat apakah pesan tersebut telah diterima dan telah menghasilkan reson yang diharapkan.
4.       Empati
Untuk dapat berempati, komunikator harus menempatkan diri ke posisi penerima pesan, guna dapat memperkirakan bagaimana sang penerima pesan akan menerjemahkan dan memaknai pesan yang disampaikan. Empati adalah kemampuan menempatkan diri sendiri dalam peran orang lain dan mengasumsikan sudut pandang emosi yang bersangkutan.
5.       Repetisi
Repetisi atau pengulangan kembali adalah salah satu prinsip dalam pembelajaran.  Jika ada salah satu pesan yang tidak bisa dipahami, komunikator mengulang kembali pesan yang telah disampaikan.
6.       Mendorong rasa saling percaya
Kita mengetahui bahwa keterbatasan waktu sering sekali menegasikan kemungkinan para manajer melakukan tindak lanjut dan mendorong munculnya umpan balik ataupun komunikasi ke atas setiap kali mereka berkomunikasi. Dalam situasi seperti ini, atmosfer saling percaya antara manajer dan bawahan dapat memfasilitasi proses komunikasi.
7.       Pengaturan waktu yang efektif
Komunikasi yang efektif dapat difasilitasi dengan cara mengatur waktu dengan tepat. Penghalang-penghalang yang baru dibahas sebelumnya sering sekali muncul hanya karena pesan disampaikan pada waktu yang tidak tepat sehingga menyebabkan teradinya distorsi pesan.
8.       Menyederhanakan bahasa
Bahasa yang rumit telah diketahui sebagai salah satu penghalang utama terjadinya komunikasi yang efektif. Perlu diingat bahwa komunikasi yang efektif melibatkan upaya menyampaikan pemahaman dan juga informasi. Bila penerima tidak memahami apa yang disampaikan, pesan yang hendak disampaikan dalam kata-kata, tindakan, dan symbol yang dapat dipahami penerima pesan.
 

C.    Peranan Komunikasi Dalam Konflik

Untuk mencapai pemecahan konflik dalam kelompok yang efektif, anggota kelompok harus mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian menggabungkan informasi-informasi tersebut sehingga menghasilkan pemecahan yang tepat dan kreatif. Dalam sebagai besar pemecahan konflik kelompok, ada beberapa informasi yang disampaikan kepada semua anggota, ada beberapa informasi yang hanya diketahui oleh sebagian anggota, dan ada informasi yang diketahui hanya oleh satu anggota dan anggota lain tidak dapat ada yang mengetahuinya.
Setiap anggota bertanggung jawab untuk menyampaikan apa yang dia ketahui kepada anggota kelompok lainnya. Tiap anggota juga bertanggung jawab untuk mencari informasi yang tidak dia ketahui tetapi diketahui oleh anggota lain. Dengan demikian kedua keterampilan dalam menyampaikan dan menerima adalah hal yang pokok untuk semua anggota kelompok. Apa yang menyebabkan timbulnya masalah dalam pertukaran informasi adalah adanya gangguan yang biasanya ada dalam pemecahan konflik kelompok.[4]
Penggabungan informasi, ide, pegalaman dan pendapat dari anggota adalah bagian mendasar dalam pemecahan masalah atau konflik kelompok. Seberapa berhasilnya anggota kelompok menggabungkan sumber-sumber mereka ke tingkat yang lebih luas tergantung pada tiga hal :
1.      Keterampilan penyampaian dan penerimaan;
2.      Norma-norma kelompok dan prosedur komunikasi;
3.      Pola komunikasi antar anggota kelompok.
 
Budyatna dan Ganiem (2011) dalam bukunya Teori Komunikasi Antarpribadi mencoba menuliskan beberapa pendapat ahli mengenai tiga kecakapan komunikasi yang mengembangkan pengelolaan konflik secara berhasil. Tujuan utama dalam mengelola konflik supaya adanya kesesuaian dan efektifitas dalam perilaku individu sendiri dengan menggunakan kecakapan berkomunikasi yang mengembangkan pengelolaan konflik secara berhasil.
1.      Kecakapan berkomunikasi untuk memprakarsai konflik
Petunjuk-petujuk berikut adalah untuk memprakarsai konflik (termasuk untuk merespons konflik) didasarkan pada hasil karya dari beberapa penelitian lapangan (adler, 1977; Gordon, 1970; Whetten & Cameron, 2005).
a.         Mengakui dan menyatakan mempunyai masalah yang nyata.
b.        Jelaskan dasar dari konflik yang potensial dalam arti perilaku, konsekuensi dan perasaan.
c.         Hindarkan menilai motif-motif orang lain.
d.        Pastikan orang lain paham masalah yang sedang dihadapi.
e.         Utarakan solusi yang dipilih sedikit banyak dapat memusatkan pada dasar yang sama.
f.         Mental harus dipersiapkan dulu mengenai apa yang akan dikatakan sebelum berhadapan dengan orang lain, sehingga permintaan akan singkat dan tepat.
g.        Buatlah singkat.
2.      Kecakapan berkomunikasi untuk merespons konflik
Adalah lebih sulit untuk menciptakan iklim yang kolaboratif apabila untuk merespons konflik yang diprakarsai oleh pihak lain daripada memulai konflik yang tepat. Kebanyakan orang tidak menggunakan rangkaian perilaku-konsekuensi-perasaan untuk memprakarsai konflik, dan malah sebaliknya menyatakan perasaannya secara tidak tepat dan eveluatif yang dapat membahayakan pihak lain, dan sulit bagi pihak-pihak lain untuk mengatasi sifat mereka yang defensif dan merespons tidak tepat. Tugas yang paling berat sebagai pemberi respons ialah menangani konflik yang diprakarsai secara efektif dan mengubahnya ke dalam diskusi pemecahan masalah yang produktif. Berikutnya adalah petunjuk-petunjuk yang akan membantu merespons secara efektif dalam situasi-situasi ini.
a.         Gunakan “tameng” mental untuk merespons secara efektif.
b.        Berikan respons yang empatik dengan kepentingan dan kepedulian yang sungguh-sungguh.
c.         Uraikan dengan kata-kata sendiri pemahaman mengenai masalah itu dan ajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menjelaskan masalah.
d.        Carilah persamaan dasar dengan menemukan aspek dakwaan yang disetujui.
e.         Minta kepada pemrakarsa konflik untuk menyarankan solusi alternatif.
3.      Kemampuan berkomunikasi untuk menengahi konflik
Terkadang seseorang diminta untuk menengahi pada sebuah konflik mengenai orang lain. Seorang penengah adalah pihak ketiga yang tidak terlibat ke dalam konflik dan bertindak sebagai pemandu yang netral dan tidak memihak, mengatur sebuah interaksi yang memungkinkan pihak-pihak yang konflik untuk menemukan solusi mengenai masalah mereka yang dapat diterima secara timbal balik. Para penengah dapat memainkan peran dalam menyelesaikan konflik jika mereka memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut ini :
a.         Pastikan bahwa orang-orang yang terlibat konflik setuju bekerja sama.
b.        Bantu orang-orang untuk mengidentifikasi konflik yang sebenarnya.
c.         Pelihara netralitas.
d.        Jaga supaya pembicaraan terfokus pada masalah-masalah dan bukan pada pribadi-pribadi.
e.         Mengusahakan untuk menjamin waktu bicara yang sama.
f.         Pusatkan pembicaraan dalam menolong kedua belah pihak mencari penyelesaian.
g.        Gunakan persepsi untuk mengecek dan membuat uraian dengan kata-kata sendiri untuk memastikan kedua belah pihak benar-benar memahami dan mendukung penyelesaian yang telah disetujui.
h.        Buatlah rencana kegiatan dan prosedur tindak lanjutnya.[5]
 

D.    Strategi Pemecahan Konflik

Konflik merupakan aspek yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan organisasi. Dean Tjosvold, dari Lingnan University Hong Kong menulis bahwa “perubahan melahirkan konflik, konflik melahirkan perubahan” dan menantang kita untuk melakukan yang lebih baik dalam menghadapi perspektif global yang wajar tersebut.
Konflik pada hakikatnya sebagai suatu gejala yang wajar terjadi dalam suatu organisasi. Bahkan kehadiran konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan tak perlu dihindari, karena konflik merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan suatu organisasi.
Kepala sekolah sebagai seorang manajer di sekolah jika kita bicara tentang organisasi sekolah dalam menyikapi konflik yang ada, bukannya menghindari tetapi dituntut untuk dapat mengatasinya melalui manajemen sebagai alat untuk mencapai tujuan dari satuan pendidikan tersebut. Sehingga kepala sekolah tidak boleh membiarkan begitu saja konflik yang ada, tetapi ia harus menghadapinya melalui manajemen konflik yang merupakan tataran maajemen baru yang dapat mendinamisasikan organisasi sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Belajar memecahkan atau menangani konflik merupakan investasi yang penting dalam meningkatkan cara kita, keluarga dan anggota organisasi dalam beradaptasi serta mengambil keuntungan dari perubahan. Mengelola konflik dengan baik tidak menyelamatkan kita dari perubahan, tidak juga berarti bahwa kita akan selalu keluar sebagai pemenang atau mendapatkan semua yang kita inginkan. Namun, manajemen konflik yang efektif membantu kita tetap berhubungan dengan pengembangan-pengembangan baru dan menciptakan solusi yang tepat untuk ancaman dan kesempatan baru.
Konflik (conflict) merupakan suatu proses di mana satu kelompok menganggap bahwa kepentingannya ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh kelompok lainnya. Konflik dapat menguat atau melemah dari waktu ke waktu. Proses konflik yang terbuka dalam satu konteks, dan kapanpun konflik terjadi, menguat atau tidak, pihak yang berkonflik ataupun pihak ketiga dapat berusaha memecahkan dan menangani konflik dengan beberapa cara. Sebagai konsekuensinya, para manajer pada saat ini dan masa depan perlu memahami dinamika konflik dan tahu cara penyelesaian atau penanganannya secara efektif.
Strategi yang dapat dilakukan untuk memecahkan suatu konflik yang ada di organisasi atau kelompok dapat dilakukan melalui :
1.      Metode Dialektik
Metode dialektik adalah strategi memecahkan konflik dengan mengembangkan debat dari pandangan yang berlawanan untuk memahami masalah dengan lebih baik. Metode dialektik merupakan praktik menghargai waktu yang menyarankan para manajer untuk mengembangkan debat yang terstruktur dari pandangan yangberlawanan untuk membuat suatu keputusan.
2.      Berintegrasi (Menyelesaikan Masalah)
Pada strategi menyelesaikan masalah ini, pihak-pihak yang terkait mengkonfrontasi permasalahan dan mengidentifikasi masalah secara kooperatif, menghasilkan dan menimbang solusi-solusi alternatif. Berintegrasi tepat untuk menyelesaikan konflik-konflik yang berakar di sistem nilai yang berlawanan. Kekuatan utamanya yaitu memiliki efek yang lebih lama karena berhubungan dengan masalah pokok daripada hanya dengan gejala-gejala. Kelemahan pokoknya yaitu membutuhkan banyak waktu.
3.      Akomodasi (Smoothing)
Seseorang yang kooperatif mengabaikan urusannya sendiri untuk memuaskan urusan pihak lain. Akomodasi atau sering disebut dengan smoothing, mengecilkan perbedaan dan menekankan kesamaan. Mengakomodasi mungkin menjadi strategi pemecahan atau penanganan konflik yang tepat ketika memungkinkan untuk mendapatkan tingkat pengembalian. Namun, strategi ini tidak tepat untuk masalah yang kompleks atau masalah yang memburuk. Kekuatan pokoknya, yaitu menciptakan kerjasama. Kelemahan pokoknya adalah penyelesaian sementara yang gagal mengkonfrontasi permasalahan pokok.
4.      Mendominasi (Memaksa)
Perhatian yang besar untuk diri sendiri dan perhatian yang rendah untuk orang lain, menerapkan taktik “Saya menang, Anda kalah.” Kebutuhan pihak lain diabaikan. Strategi ini sering disebut memaksa (forcing) karena berdasarkan pada otoritas formal untuk memaksa pemenuhannya. Kekuatan pokok dari dominasi ini terletak pada kecepatan dan kelemahannya adalah sering memicu dendam.
5.      Menghindari
Strategi ini melibatkan penarikan yang pasif dari masalah atau penindasan yang aktif terhadap isu. Penghindaran dapat diterapkan untuk masalah-masalah yang tidak penting atau ketika harga konfrontasi melebihi keuntungan dari meyelesaikan masalah. Menghindari tepat untuk masalah yang memburuk atau masalah sulit. Kekuatan utama dari strategi ini yaitu memakan waktu pada situasi yang terbuka ataupun ambigu. Kelemahan utamanya yaitu penyelesaian sementara yang mengesampingkan permasalahan inti.
6.      Kompromi
Berkompromi merupakan strategi atau pendekatan memberi dan menerima yang melibatkan perhatian cukup untuk diri sendiri dan orang lain. Mengkompromikan dapat dilakukan ketika pihak-pihak yang berkonflik memiliki tujuan berlawanan atau memiliki kekuatan yang seimbang. Namun, kompromi tidak tepat ketika penerapannya yang berlebihan dapat mendorong tindakan yang inkonklusif (misalnya kegagalan untuk memenuhi tenggat waktu yang penting). Kekuatan intinya, yaitu taktik ini tidak memiliki pihak yang kalah, tetapi hanya menyelesaikan masalah sementara yang dapat melemahkan pemecahan masalah kreatif.[6]
7.      Negosiasi
Menurut definisi secara formal, negosiasi (negotiation) merupakan proses pengambilan keputusan yang memiliki proses memberi dan menerima, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan yang memiliki preferensi berbeda. Pengertian negosiasi lain diberikan oleh McShane dan Von Glinow sebagai proses dimana dua atau lebih pihak yang konflik berusaha menyelesaikan perbedaan tujuan mereka dengan mendefinisikan kembali bentuk saling ketergantungan mereka. Contoh-contoh umum termasuk negosiasi antara para penyuplai barang dengan para penjual eceran mengenai harga, jadwal pengiriman dan masalah-masalah kredit. Tim yang bekerja dengan mengelola diri sendiri, yang memiliki ikatan tugas yang tumpang tindih juga perlu mengandalkan kesepakatan yang dinegosiasikan. Negosiasi memerlukan adanya dua pihak dengan kepentingan berbeda atau berlawanan datang bersama memuaskan kesepakatan.
 
Dalam memecahkan konflik yang ada, seorang pemimpin dapat pula melakukan langkah-langkah atau strategi penyelesaian konflik sebagai berikut :
1.      Mengakui Adanya Konflik
Langkah yang menjadi langkah awal memecahkan dan menyelesaikan konflik, sebab jika pemimpin tidak mengakui adanya suatu konflik maka masalah tidak akan bisa terpecahkan. Kelompok yang dinamis akan membahas konflik secara dini sehingga tidak merupakan penghalang bagi keberhasilan organisasi. Kearifan dari semua pihak, yaitu pemimpin dan para anggota, sangat diperlukan dalam hal ini.
2.      Mengidentifikasi Konflik yang Sebenarnya
Langkah ini dalam kegiatan penelitian sering disebut sebagai identifikasi masalah. Kegiatan ini sangat diperlukan dan memerlukan keahlian khusus. Sebab konflik dapat muncul dari akar masalah dan juga karena masalah emosi. Sehingga perlu memilah antara masalah inti dengan masalah emosional. Masalah inti adalah masalah yang mendasari suatu konflik (misalnya ketidaksepakatan adanya tugas) sedangkan isu emosional merupakan masalah yang akan memperumit masalah tersebut. Misalnya salah satu anggota mendapat tugas yang penting (masalah inti) dan menyebabkan orang lain merasa tersinggung (masalah emosional). Untuk hal ini maka hendaknya pemimpin mengatasi masalah yang inti terlebih dahulu.
3.      Mendengar Semua Pendapat
Pemimpin melakukan kegiatan sumbang saran dengan melibatkan para anggota yang terlibat konflik untuk mengungkapkan pendapatnya dan perlu dihindari pendapat benar atau salah. Artinya pemimpin menghindari mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi ia harus menemukan mana pendapat yang terbaik jika dipandang dari sisi positif.
4.      Mengkaji Cara Menyelesaikan Konflik
Pada kegiatan ini, diskusi terbuka sangat diharapkan. Karena dengan diskusi terbuka bisa memperluas informasi dan alternatif serta bisa mengarahkan pada rasa percaya dan hubungan yang sehat diantara anggota yang terlibat. Pada kelompok yang efektif tidak seluruh anggota kelompok menyukai satu sama lain, tetapi yang utama adalah mampu bekerja sama secara efektif.
5.      Kesepakatan Tanggung Jawab Menemukan Solusi
Memaksakan kesepakatan akan berakibat fatal. Oleh karena itu pemimpin harus mendorong para anggota untuk bekerjasama memecahkan permasalahan secara jitu dan membuat semua anggota kelompok senang terhadap solusi yang dihasilkan. Sehingga solusi harus diusahakan secara bersama-sama oleh pemimpin dan para anggota.
6.      Menjadwal Sesi Tindak Lanjut Mengkaji Solusi
Pemberian tanggung jawab untuk melaksanakan komitmen sangat dihargai oleh para anggota. Sehingga mengkaji solusi sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keefektifan solusi yang telah diberikan.[7]




[1] Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Salemba Empat), 2014, hlm : 134
[2] Wildan Zulkarnain, Dinamika Kelompok Latihan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara), 2013, hlm : 62
[3] Sondang P Siagian, Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku Administrasi, (Jakarta : Haji Masagung), 1986, hlm : 108
[4] David W Johnson dan Frank P Johnson, Dinamika Kelompok Teori dan Keterampilan, (Jakarta : Indeks), 2012, hlm : 147
[5] Ratnasari Nur Aini, Peran Komunikasi Antarpribadi Sebagai Pencegah Terjadinya Konflik Pada Hubungan Persahabatan Remaja Di Samarinda, http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/02/jurnalratnaupload(02-24-14-07-28-22).doc (diakses pada 08 Mar. 16 pukul 22:00)
 
[6] Op.Cit, Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, hlm : 120
[7] Op.Cit, Wildan Zulkarnain, hlm : 144