A.
Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi dalam bahasa inggris
yaitu communication berasal dari communis dalam bahasa latin yang berarti
sama common kemudian berubah menjadi
kata kerja communicare yang artinya
menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal usul katanya, komunikasi
berarti menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna
mendapatkan pengertian yang sama. Komunikasi didefinisikan sebagai pertukaran
informasi antara pengirim informasi dengan penerima, serta gangguan (persepsi)
arti antara individu yang terlibat.[1]
Komunikasi diartikan pula sebagai proses
mengirim dan menerima pesan, serta dikatakan efektif jika pesan tersebut dapat
dimengerti dan menstimulasi tindakan atau mendorong orang lain untuk bertindak
sesuai dengan pesan yang disampaikan
tersebut.
Agar komunikasi efektif mudah tercapai,
maka orang yang melakukan komunikasi berkewajiban untuk membuat dirinya
mengerti dan orang yang tidak paham saat menerima pesan berkewajiban untuk
meminta penjelasan.[2]
Komunikasi dalam organisasi diartikan
sebagai suatu komunikasi atau proses untuk anggota menghimpun informasi yang
berhubungan dengan organisasinya dan merubah apa yang terjadi di dalamnya.
Dalam kehidupan organisasional, para
anggota organisasi tidak dapat dan memang tidak mungkin hidup terisolasi, baik
dari rekan-rekan sekerjanya maupun dari lingkungannya. Tujuan yang hendak
dicapai, strategi yang hendak dijalankan, keputusan yang harus dilaksanakan,
rencana yang harus direalisasikan, program kerja yang harus diselenggarakan,
kegiatan yang harus dilaksanakan, kesemuanya memerlukan hubungan, baik antar
individu maupun antar satuan kerja. Dengan kata lain, para anggota organisasi
mutlak perlu berkomunikasi satu sama lain. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa komunikasi merupakan bagian integral daripada seluruh proses administrasi
dan manajemen.
Bila suatu organisasi sampai sampai pada
titik dimana komunikasi dalam organisasi tidak seefektif yang seharusnya,
organisasi itu tidak akan berfungsi seefektif yang seharusnya. Contohnya,
dahulu di dalam Marriot Internasional, jaringan hotel yang tersebar di seluruh
dunia, 40 persen karyawan baru keluar
dari perusahaan dalam jangka waktu tiga bulan setelah mereka diterima.
Itu semua terjadi dikarenakan komunikasi antar karyawan tidak efektif.
Setidaknya itu yang terjadi dulu, belakangan ini angka keluar karyawan mulai
berkurang secara signifikan, karena Marriott telah berusaha keras memperbaiki
cara perusahaan berkomunikasi dengan karyawan barunya.
Semua tugas manajer, tanpa terkecuali,
berhubungan dengan proses komunikasi. Masalah-masalah serius yang sering muncul
adalah disalah artikannya perintah dari atasan, tersinggungnya seseorang oleh
gurauan rekan kerjanya, atau disalah artikannya komentar atasan sehingga
terjadi sakit hati dikalangan karyawannya. Situasi tersebut adalah contoh
kegagalan proses komunikasi.
Dengan demikian pula, jelaslah bahwa
komunikasi dengan segala seginya merupakan hal yang amat penting untuk mendapat
perhatian dari seluruh anggota organisasi, baik pada tingkat pelaksana maupun
tingkat pimpinan. Melalui komunikasi yang efektiflah kerjasama yang harmonis
dapat ditumbuhkan, dipelihara dan dikembangkan.[3]
B.
Meningkatkan Komunikasi
dalam Organisasi
Manajer yang berupaya sebagai
komunikator yang lebih baik akan membedakan dua tugas yang harus mereka
selesaikan. Pertama, mereka harus meningkatkan pesan-pesan mereka. Kedua,
mereka harus berupaya meningkatkan pemahaman mereka sendiri tentang apa yang
orang lain coba komunikasikan. Seiring beragamnya organisasi, kesempatan
munculnya kegagalan juga semakin besar. Berikut ini adalah cara-cara untuk
memperbaiki komunikasi:
1.
Menindaklanjuti
Melakukan tindak lanjut berkaitan dengan asumsi
bahwa anda telah salah mengerti dan jika mungkin, memastikan apakah makna yang
anda ingin sampaikan benar-benar sudah diterima. Seperti telah kita lihat,
makna adalah apa yang ada dalam pikiran si penerima pesan.
2.
Mengatur
alur informasi
Pengaturan komunikasi dapat memastikan alur
informasi yang optimal kepada para manajer, karena itu juga menghilangkan
“kelebihan muatan komunikasi”.
3.
Memanfaatkan
umpan balik
Umpan balik adalah salah satu unsur yang penting
dalam komunikasi dua arah yang efektif. Umpan balik memberikan para penerima
pesan kesempatan untuk menanggapi pesan, sehingga pengirim pesan dapat melihat apakah pesan
tersebut telah diterima dan telah menghasilkan reson yang diharapkan.
4.
Empati
Untuk dapat berempati, komunikator harus menempatkan
diri ke posisi penerima pesan, guna dapat memperkirakan bagaimana sang penerima
pesan akan menerjemahkan dan memaknai pesan yang disampaikan. Empati adalah
kemampuan menempatkan diri sendiri dalam peran orang lain dan mengasumsikan
sudut pandang emosi yang bersangkutan.
5.
Repetisi
Repetisi atau pengulangan kembali adalah salah satu
prinsip dalam pembelajaran. Jika ada
salah satu pesan yang tidak bisa dipahami, komunikator mengulang kembali pesan
yang telah disampaikan.
6.
Mendorong
rasa saling percaya
Kita mengetahui bahwa keterbatasan waktu sering
sekali menegasikan kemungkinan para manajer melakukan tindak lanjut dan
mendorong munculnya umpan balik ataupun komunikasi ke atas setiap kali mereka
berkomunikasi. Dalam situasi seperti ini, atmosfer saling percaya antara
manajer dan bawahan dapat memfasilitasi proses komunikasi.
7.
Pengaturan
waktu yang efektif
Komunikasi yang efektif dapat difasilitasi dengan
cara mengatur waktu dengan tepat. Penghalang-penghalang yang baru dibahas
sebelumnya sering sekali muncul hanya karena pesan disampaikan pada waktu yang
tidak tepat sehingga menyebabkan teradinya distorsi pesan.
8.
Menyederhanakan
bahasa
Bahasa yang rumit telah diketahui sebagai salah satu
penghalang utama terjadinya komunikasi yang efektif. Perlu diingat bahwa
komunikasi yang efektif melibatkan upaya menyampaikan pemahaman dan juga
informasi. Bila penerima tidak memahami apa yang disampaikan, pesan yang hendak
disampaikan dalam kata-kata, tindakan, dan symbol yang dapat dipahami penerima
pesan.
C.
Peranan Komunikasi
Dalam Konflik
Untuk mencapai pemecahan konflik dalam
kelompok yang efektif, anggota kelompok harus mendapatkan informasi yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian menggabungkan informasi-informasi
tersebut sehingga menghasilkan pemecahan yang tepat dan kreatif. Dalam sebagai
besar pemecahan konflik kelompok, ada beberapa informasi yang disampaikan
kepada semua anggota, ada beberapa informasi yang hanya diketahui oleh sebagian
anggota, dan ada informasi yang diketahui hanya oleh satu anggota dan anggota
lain tidak dapat ada yang mengetahuinya.
Setiap anggota bertanggung jawab untuk
menyampaikan apa yang dia ketahui kepada anggota kelompok lainnya. Tiap anggota
juga bertanggung jawab untuk mencari informasi yang tidak dia ketahui tetapi
diketahui oleh anggota lain. Dengan demikian kedua keterampilan dalam
menyampaikan dan menerima adalah hal yang pokok untuk semua anggota kelompok.
Apa yang menyebabkan timbulnya masalah dalam pertukaran informasi adalah adanya
gangguan yang biasanya ada dalam pemecahan konflik kelompok.[4]
Penggabungan informasi, ide, pegalaman
dan pendapat dari anggota adalah bagian mendasar dalam pemecahan masalah atau
konflik kelompok. Seberapa berhasilnya anggota kelompok menggabungkan
sumber-sumber mereka ke tingkat yang lebih luas tergantung pada tiga hal :
1.
Keterampilan
penyampaian dan penerimaan;
2.
Norma-norma
kelompok dan prosedur komunikasi;
3.
Pola
komunikasi antar anggota kelompok.
Budyatna dan
Ganiem (2011) dalam bukunya Teori
Komunikasi Antarpribadi mencoba menuliskan beberapa pendapat ahli mengenai
tiga kecakapan komunikasi yang mengembangkan pengelolaan konflik secara
berhasil. Tujuan utama dalam mengelola konflik supaya adanya kesesuaian dan
efektifitas dalam perilaku individu sendiri dengan menggunakan kecakapan
berkomunikasi yang mengembangkan pengelolaan konflik secara berhasil.
1.
Kecakapan
berkomunikasi untuk memprakarsai konflik
Petunjuk-petujuk berikut adalah untuk memprakarsai
konflik (termasuk untuk merespons konflik) didasarkan pada hasil karya dari
beberapa penelitian lapangan (adler, 1977; Gordon, 1970; Whetten & Cameron,
2005).
a.
Mengakui
dan menyatakan mempunyai masalah yang nyata.
b.
Jelaskan
dasar dari konflik yang potensial dalam arti perilaku, konsekuensi dan
perasaan.
c.
Hindarkan
menilai motif-motif orang lain.
d.
Pastikan
orang lain paham masalah yang sedang dihadapi.
e.
Utarakan
solusi yang dipilih sedikit banyak dapat memusatkan pada dasar yang sama.
f.
Mental
harus dipersiapkan dulu mengenai apa yang akan dikatakan sebelum berhadapan
dengan orang lain, sehingga permintaan akan singkat dan tepat.
g.
Buatlah
singkat.
2.
Kecakapan
berkomunikasi untuk merespons konflik
Adalah
lebih sulit untuk menciptakan iklim yang kolaboratif apabila untuk merespons
konflik yang diprakarsai oleh pihak lain daripada memulai konflik yang tepat.
Kebanyakan orang tidak menggunakan rangkaian perilaku-konsekuensi-perasaan
untuk memprakarsai konflik, dan malah sebaliknya menyatakan perasaannya secara
tidak tepat dan eveluatif yang dapat membahayakan pihak lain, dan sulit bagi
pihak-pihak lain untuk mengatasi sifat mereka yang defensif dan merespons tidak
tepat. Tugas yang paling berat sebagai pemberi respons ialah menangani konflik
yang diprakarsai secara efektif dan mengubahnya ke dalam diskusi pemecahan
masalah yang produktif. Berikutnya adalah petunjuk-petunjuk yang akan membantu
merespons secara efektif dalam situasi-situasi ini.
a.
Gunakan
“tameng” mental untuk merespons secara efektif.
b.
Berikan
respons yang empatik dengan kepentingan dan kepedulian yang sungguh-sungguh.
c.
Uraikan
dengan kata-kata sendiri pemahaman mengenai masalah itu dan ajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk menjelaskan masalah.
d.
Carilah
persamaan dasar dengan menemukan aspek dakwaan yang disetujui.
e.
Minta
kepada pemrakarsa konflik untuk menyarankan solusi alternatif.
3.
Kemampuan
berkomunikasi untuk menengahi konflik
Terkadang
seseorang diminta untuk menengahi pada sebuah konflik mengenai orang lain.
Seorang penengah adalah pihak ketiga yang tidak terlibat ke dalam konflik dan
bertindak sebagai pemandu yang netral dan tidak memihak, mengatur sebuah
interaksi yang memungkinkan pihak-pihak yang konflik untuk menemukan solusi
mengenai masalah mereka yang dapat diterima secara timbal balik. Para penengah
dapat memainkan peran dalam menyelesaikan konflik jika mereka memperhatikan
petunjuk-petunjuk berikut ini :
a.
Pastikan
bahwa orang-orang yang terlibat konflik setuju bekerja sama.
b.
Bantu
orang-orang untuk mengidentifikasi konflik yang sebenarnya.
c.
Pelihara
netralitas.
d.
Jaga
supaya pembicaraan terfokus pada masalah-masalah dan bukan pada pribadi-pribadi.
e.
Mengusahakan
untuk menjamin waktu bicara yang sama.
f.
Pusatkan
pembicaraan dalam menolong kedua belah pihak mencari penyelesaian.
g.
Gunakan
persepsi untuk mengecek dan membuat uraian dengan kata-kata sendiri untuk
memastikan kedua belah pihak benar-benar memahami dan mendukung penyelesaian
yang telah disetujui.
h.
Buatlah
rencana kegiatan dan prosedur tindak lanjutnya.[5]
D.
Strategi Pemecahan
Konflik
Konflik merupakan aspek yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
organisasi. Dean Tjosvold, dari Lingnan University Hong Kong menulis bahwa
“perubahan melahirkan konflik, konflik melahirkan perubahan” dan menantang kita
untuk melakukan yang lebih baik dalam menghadapi perspektif global yang wajar
tersebut.
Konflik pada hakikatnya sebagai suatu gejala yang wajar terjadi
dalam suatu organisasi. Bahkan kehadiran konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari dan tak perlu dihindari, karena konflik merupakan salah satu
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan suatu organisasi.
Kepala sekolah sebagai seorang manajer di sekolah jika kita bicara
tentang organisasi sekolah dalam menyikapi konflik yang ada, bukannya
menghindari tetapi dituntut untuk dapat mengatasinya melalui manajemen sebagai
alat untuk mencapai tujuan dari satuan pendidikan tersebut. Sehingga kepala
sekolah tidak boleh membiarkan begitu saja konflik yang ada, tetapi ia harus
menghadapinya melalui manajemen konflik yang merupakan tataran maajemen baru
yang dapat mendinamisasikan organisasi sekolah untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Belajar memecahkan atau menangani konflik merupakan investasi yang
penting dalam meningkatkan cara kita, keluarga dan anggota organisasi dalam
beradaptasi serta mengambil keuntungan dari perubahan. Mengelola konflik dengan
baik tidak menyelamatkan kita dari perubahan, tidak juga berarti bahwa kita
akan selalu keluar sebagai pemenang atau mendapatkan semua yang kita inginkan.
Namun, manajemen konflik yang efektif membantu kita tetap berhubungan dengan
pengembangan-pengembangan baru dan menciptakan solusi yang tepat untuk ancaman
dan kesempatan baru.
Konflik (conflict)
merupakan suatu proses di mana satu kelompok menganggap bahwa kepentingannya
ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh kelompok lainnya. Konflik dapat
menguat atau melemah dari waktu ke waktu. Proses konflik yang terbuka dalam
satu konteks, dan kapanpun konflik terjadi, menguat atau tidak, pihak yang
berkonflik ataupun pihak ketiga dapat berusaha memecahkan dan menangani konflik
dengan beberapa cara. Sebagai konsekuensinya, para manajer pada saat ini dan
masa depan perlu memahami dinamika konflik dan tahu cara penyelesaian atau
penanganannya secara efektif.
Strategi yang dapat dilakukan untuk memecahkan suatu konflik yang
ada di organisasi atau kelompok dapat dilakukan melalui :
1.
Metode
Dialektik
Metode
dialektik adalah strategi memecahkan konflik dengan mengembangkan debat dari
pandangan yang berlawanan untuk memahami masalah dengan lebih baik. Metode
dialektik merupakan praktik menghargai waktu yang menyarankan para manajer
untuk mengembangkan debat yang terstruktur dari pandangan yangberlawanan untuk
membuat suatu keputusan.
2.
Berintegrasi
(Menyelesaikan Masalah)
Pada
strategi menyelesaikan masalah ini, pihak-pihak yang terkait mengkonfrontasi
permasalahan dan mengidentifikasi masalah secara kooperatif, menghasilkan dan
menimbang solusi-solusi alternatif. Berintegrasi tepat untuk menyelesaikan
konflik-konflik yang berakar di sistem nilai yang berlawanan. Kekuatan utamanya
yaitu memiliki efek yang lebih lama karena berhubungan dengan masalah pokok
daripada hanya dengan gejala-gejala. Kelemahan pokoknya yaitu membutuhkan
banyak waktu.
3.
Akomodasi
(Smoothing)
Seseorang
yang kooperatif mengabaikan urusannya sendiri untuk memuaskan urusan pihak
lain. Akomodasi atau sering disebut dengan smoothing, mengecilkan perbedaan dan
menekankan kesamaan. Mengakomodasi mungkin menjadi strategi pemecahan atau
penanganan konflik yang tepat ketika memungkinkan untuk mendapatkan tingkat
pengembalian. Namun, strategi ini tidak tepat untuk masalah yang kompleks atau
masalah yang memburuk. Kekuatan pokoknya, yaitu menciptakan kerjasama.
Kelemahan pokoknya adalah penyelesaian sementara yang gagal mengkonfrontasi
permasalahan pokok.
4.
Mendominasi
(Memaksa)
Perhatian
yang besar untuk diri sendiri dan perhatian yang rendah untuk orang lain,
menerapkan taktik “Saya menang, Anda kalah.” Kebutuhan pihak lain diabaikan.
Strategi ini sering disebut memaksa (forcing)
karena berdasarkan pada otoritas formal untuk memaksa pemenuhannya. Kekuatan
pokok dari dominasi ini terletak pada kecepatan dan kelemahannya adalah sering
memicu dendam.
5.
Menghindari
Strategi
ini melibatkan penarikan yang pasif dari masalah atau penindasan yang aktif
terhadap isu. Penghindaran dapat diterapkan untuk masalah-masalah yang tidak
penting atau ketika harga konfrontasi melebihi keuntungan dari meyelesaikan
masalah. Menghindari tepat untuk masalah yang memburuk atau masalah sulit.
Kekuatan utama dari strategi ini yaitu memakan waktu pada situasi yang terbuka
ataupun ambigu. Kelemahan utamanya yaitu penyelesaian sementara yang
mengesampingkan permasalahan inti.
6.
Kompromi
Berkompromi
merupakan strategi atau pendekatan memberi dan menerima yang melibatkan
perhatian cukup untuk diri sendiri dan orang lain. Mengkompromikan dapat
dilakukan ketika pihak-pihak yang berkonflik memiliki tujuan berlawanan atau
memiliki kekuatan yang seimbang. Namun, kompromi tidak tepat ketika
penerapannya yang berlebihan dapat mendorong tindakan yang inkonklusif
(misalnya kegagalan untuk memenuhi tenggat waktu yang penting). Kekuatan
intinya, yaitu taktik ini tidak memiliki pihak yang kalah, tetapi hanya
menyelesaikan masalah sementara yang dapat melemahkan pemecahan masalah kreatif.[6]
7.
Negosiasi
Menurut
definisi secara formal, negosiasi (negotiation)
merupakan proses pengambilan keputusan yang memiliki proses memberi dan
menerima, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan yang memiliki preferensi
berbeda. Pengertian negosiasi lain diberikan oleh McShane dan Von Glinow
sebagai proses dimana dua atau lebih pihak yang konflik berusaha menyelesaikan
perbedaan tujuan mereka dengan mendefinisikan kembali bentuk saling
ketergantungan mereka. Contoh-contoh umum termasuk negosiasi antara para
penyuplai barang dengan para penjual eceran mengenai harga, jadwal pengiriman
dan masalah-masalah kredit. Tim yang bekerja dengan mengelola diri sendiri,
yang memiliki ikatan tugas yang tumpang tindih juga perlu mengandalkan
kesepakatan yang dinegosiasikan. Negosiasi memerlukan adanya dua pihak dengan
kepentingan berbeda atau berlawanan datang bersama memuaskan kesepakatan.
Dalam
memecahkan konflik yang ada, seorang pemimpin dapat pula melakukan
langkah-langkah atau strategi penyelesaian konflik sebagai berikut :
1. Mengakui
Adanya Konflik
Langkah yang menjadi
langkah awal memecahkan dan menyelesaikan konflik, sebab jika pemimpin tidak
mengakui adanya suatu konflik maka masalah tidak akan bisa terpecahkan.
Kelompok yang dinamis akan membahas konflik secara dini sehingga tidak
merupakan penghalang bagi keberhasilan organisasi. Kearifan dari semua pihak,
yaitu pemimpin dan para anggota, sangat diperlukan dalam hal ini.
2. Mengidentifikasi
Konflik yang Sebenarnya
Langkah ini dalam
kegiatan penelitian sering disebut sebagai identifikasi masalah. Kegiatan ini
sangat diperlukan dan memerlukan keahlian khusus. Sebab konflik dapat muncul
dari akar masalah dan juga karena masalah emosi. Sehingga perlu memilah antara
masalah inti dengan masalah emosional. Masalah inti adalah masalah yang
mendasari suatu konflik (misalnya ketidaksepakatan adanya tugas) sedangkan isu
emosional merupakan masalah yang akan memperumit masalah tersebut. Misalnya
salah satu anggota mendapat tugas yang penting (masalah inti) dan menyebabkan orang
lain merasa tersinggung (masalah emosional). Untuk hal ini maka hendaknya
pemimpin mengatasi masalah yang inti terlebih dahulu.
3. Mendengar
Semua Pendapat
Pemimpin melakukan
kegiatan sumbang saran dengan melibatkan para anggota yang terlibat konflik
untuk mengungkapkan pendapatnya dan perlu dihindari pendapat benar atau salah.
Artinya pemimpin menghindari mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi ia harus
menemukan mana pendapat yang terbaik jika dipandang dari sisi positif.
4. Mengkaji
Cara Menyelesaikan Konflik
Pada kegiatan ini,
diskusi terbuka sangat diharapkan. Karena dengan diskusi terbuka bisa
memperluas informasi dan alternatif serta bisa mengarahkan pada rasa percaya
dan hubungan yang sehat diantara anggota yang terlibat. Pada kelompok yang
efektif tidak seluruh anggota kelompok menyukai satu sama lain, tetapi yang
utama adalah mampu bekerja sama secara efektif.
5. Kesepakatan
Tanggung Jawab Menemukan Solusi
Memaksakan kesepakatan
akan berakibat fatal. Oleh karena itu pemimpin harus mendorong para anggota
untuk bekerjasama memecahkan permasalahan secara jitu dan membuat semua anggota
kelompok senang terhadap solusi yang dihasilkan. Sehingga solusi harus
diusahakan secara bersama-sama oleh pemimpin dan para anggota.
Pemberian tanggung
jawab untuk melaksanakan komitmen sangat dihargai oleh para anggota. Sehingga
mengkaji solusi sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keefektifan solusi
yang telah diberikan.[7]
[1] Robert Kreitner dan
Angelo Kinicki, Perilaku Organisasi, (Jakarta
: Salemba Empat), 2014, hlm : 134
[2] Wildan Zulkarnain, Dinamika Kelompok Latihan Kepemimpinan
Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara), 2013, hlm : 62
[3] Sondang P Siagian, Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku
Administrasi, (Jakarta : Haji Masagung), 1986, hlm : 108
[4] David W Johnson dan
Frank P Johnson, Dinamika Kelompok Teori
dan Keterampilan, (Jakarta : Indeks), 2012, hlm : 147
[5]
Ratnasari Nur Aini, Peran Komunikasi Antarpribadi
Sebagai Pencegah Terjadinya Konflik Pada Hubungan Persahabatan Remaja Di
Samarinda, http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/02/jurnalratnaupload(02-24-14-07-28-22).doc
(diakses pada 08 Mar. 16 pukul 22:00)
[6] Op.Cit, Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, hlm : 120
[7] Op.Cit, Wildan Zulkarnain, hlm : 144