Cute Finding Nemo

Senin, 15 Juni 2015

Mengevaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia







A.   PENGERTIAN EVALUASI
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan evaluasi? Banyak literatur yang memberikan pengertian tentang evaluasi ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian (KBBI, 1996:272). Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian. Meskipun berbeda, ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling memerlukan. Hal senada juga disampaikan oleh Nurgiyantoro (1988) dan Sudijono (2006).
Selain istilah evaluasi, terdapat juga istilah penilaian, pengukuran, dan tes. Sebenarnya, apakah ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama? Jawabannya tentu saja tidak. Pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, misalnya suhu badan dengan ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius, 380 celcius, 390 dst. Dari contoh tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh. Jadi penilaian sifatnya kualitatif. Dalam contoh di atas, seseorang yang suhu badannya adalah 360 celcius termasuk orang yang normal kesehatannya. Contoh lain yang dapat dosbeutkan di sini adalah ketika dikatakan bahwa berat seseorang adalah 140 kg, 140 kg adalah hasil pengukuran. Akan tetapi, ketika hasil 140 kg sangat berat, kata sangat berat adalah penilaian. Apa yang membedakan dengan evaluasi. Yang membedakannya adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif adan aspek kuanitatif. Dengan demikian, berdasarkan pengertian yang telah dikemukan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum adalah suatu proses untuk mendiagnosis kegiatan belajar dan pembelajaran.

PENULISAN / PEMBUATAN INSTRUMEN EVALUASI BENTUK TES  DAN NON-TES

A. Komponen atau Kelengkapan Sebelum Tes Terdiri Atas :

  1. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
  2. Lembaran jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan bagi peserta tes untuk mengerjakan tes.
  3. Kunci jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki.
  4. Pedoman penilaian (pedoman skoring), berisi keterangan perincian tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal

Hal-hal yang harus di lakukan sebelum menulis soal tes tulis

  1. menentukan tujuan tes
  2.  menyusun kisi-kisi soal
  3. penulisan soal
  4. pemberian skor
  5. pelaporan hasil tes


B. Tes Tertulis
Tes secara harfiah berasal dari bahasa perancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan, latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki seseorang atau kelompok. Sedangkan Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.

C. Tes mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif.

1. Tes Formatif

Tes formatif adalaah tes yang diberikan kepada murid-murid pada setiap akhir program satuan pelajaran. Fungsinya yaitu untuk mengetahui sampai dimana pencapaian hasil belajar murid dalam penguasaan bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah dirumuskan di dalam satuan pelajaran. Dalam penilaian formatif ini, jika tujuan-tujuan instruksional khusus telah dirumuskan dengan tepat, distribusi tingkat kesukaran soal-soal (item tes) dan daya pembeda masing-masing soal tidak begitu penting. Yang penting adalah bahwa setiap soal betul-betul mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah dirumuskan di dalam progam satuan pelajaran. Standar yang digunakan dalam mengolah hasil tersebut adalah standar mutlak.
karakteristik Tes Formatif:
  1. Dilakukan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar
  2. Di lakukan secara periodik
  3. Mencakup semua mata pelajaran yang telah di ajarkan
  4. Bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar
  5. Dapat di gunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar.

2. Tes Sumatif
Fungsi tes sumatif ialah untuk menilai prestasi siswa, sampai dimana penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan selam jangka waktu tertentu. Kegunaannya yaitu untuk mengisi rapor, penentuan kenaikan kelas, dan penentuan lulus tidaknya siswa pada ujian akhir sekolah. Oleh karenaitu pada umumnya jumlah item atau soal-soal tes sumatif lebih banyak daripada item tes formatif, dan bentuk soalnya pun dapat terdiri atas campuran beberapa bentuk item tes (seperti true-false, multiple, choice, completion, matching, dan essay).
Tes sumatif mempunyai karakteristik sebagai berikut :

  1. materi yang di ujikan meliputi seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran
  2. dalam satu program tahunan atau semester di lakukan pada akhir program dalam satu tahun atau semester
  3. bertujuan untuk mengukur kebaerhasilan belajar peserta didik secara menyeluruh
  4. hasil penilaian sumatuf di gunakan antara lain untuk menentukan kenaikan kelas, kelulusan sekolah dan lain-lain.


D.  Pilihan ganda Soal dengan memilih Soal dua pilihan jawaban jawaban (iya-tidak, benar-salah) menjodohkan Bentuk penyusunan soal tertulis Bentuk soal melengkapi Soal dengan Bentuk soal tes jawaban mensuplai - jawaban singkat atau pendek Bentuk soal uraian
1. Soal Dengan Memilih Jawaban
a. Pilihan Ganda (multiple choice test)
Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Keunggulan soal bentuk pilihan ganda diantaranya adalah dapat mengukur kemampuan / perilaku secara objektif. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya.

Cara mengolah skor pilihan ganda yaitu :
Dengan denda, Degan rumus: S=R
Ket :
·         S = skor yang di peroleh (Raw Skor)
·          R = jawaban yang betul
·         W = jawaban yang salah
·          n = banyaknya opinion
·          1 = bilanngan tetap
Tanpa denda, dengan rumus: S=R 

b. Soal dengan Dua Pilihan Jawaban (Benar-Salah, Ya-Tidak) Bentuk benar salah ada dua macam (dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal), yakni :
  1. Dengan pembetulan (with correction) yaitu siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah.
  2. Tampa pembetulan (without correction) yaitu siswa hanya diminta melingkari huruf B atau tanpa memberikan jawaban yang benar.
Cara Mengolah Skor dengan Dua Pilihan :
·         Jawaban (Benar-Salah, Ya-Tidak)
·         Dengan denda  KET :
Ø  S = skor yang diperoleh
Ø  R = jawaban benar S=R-W
Ø  W = jawaban salahAtau S = T – 2W


E. Bentuk Soal Uraian
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas serta sulit untuk menyusun pedoman penskorannya.
Cara menskor : S=R

Ciri-ciri tes yang baik
• Validitas
• Reliabilitas
• Objektivitas
• Praktikabilitas
• Ekonomis




G. Prinsip Dasar Evaluasi Pembelajaran
    Prinsip dasar evaluasi dalam pendidikan adalah (1) berorientasi pada tujuan; (2) berkesinambungan; (3) menyeluruh; (4) berimbang; (5) terencana; (6) adil; (7) objektif; dan (8) memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, dan praktibilitas. 

1. Prinsip berorientasi pada tujuan berarti bahwa guru harus memahami tujuan pembelajaran.
Tujuan pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berikut.
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

2. Prinsip berkesinambungan berarti bahwa asesmen tidak hanya dilakukan satu kali saja, melainkan dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan berbagai jenis evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi bukan merupakan bagian terpisah dari pembelajaran, melainkan suatu kesatuan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi pada setiap satu satuan pelajaran. Dengan demikian, evaluasi bukan hanya Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Prinsip menyeluruh berarti bahwa bahan asesmen meliputi seluruh bagian bahan ajar yang dibelajarkan. Apabila bahan ajar itu banyak, misalnya meliputi bahan satu semester atau satu tahun maka dilakukan keterwakilan bahan tersebut untuk dievaluasi melalui penyusunan kisi-kisi. Prinsip berimbang berarti bahwa bahan asesmen itu harus berimbang antara bahan yang satu dengan yang lain. Berimbang antara kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis baik bidang bahasa maupun sastra. Berimbang antara asesmen yang sulit dengan yang mudah.
 
3.Prinsip terencana berarti bahwa kegiatan asesmen harus direncanakan. Perencanaan itu meliputi (1) perumusan tujuan evaluasi; (2) penentuan aspek-aspek yang akan diukur; (3) penentuan teknik dan waktu pelaksanaan evaluasi; (4) penguji-cobaan instrumen evaluasi. Asesmen harus direncanakan tidak dilakukan secara tiba-tiba atau serta merta.

 4. Prinsip adil dan objektif
 Berarti bahwa asesmen yang dilakukan guru harus berlaku secara umum, tidak ada pengecualian kedalaman materi yang diukur. Objektif berarti bahwa proses dan hasil asesmen diolah secara objektif berdasarkan suatu kriteria pengolahan skor. Hasil pengukuran biasanya berupa skor, sehingga untuk menentukan nilai harus diolah dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran berorientasi pada kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Apabila kita cermati, ruang lingkup materi pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Standar Isi terdiri atas standar kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, pengembangan instrumen evaluasi pembelajaran didasarkan pada keempat kompetensi tersebut.

Standar Kompetensi Menyimak
Kompetensi menyimak dalam pelajaran Bahasa Indonesia diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa mendengarkan tuturan lisan, baik disampaikan melalui tuturan langsung maupun dalam bentuk rekaman. Kemampuan yang diukur di antaranya kemampuan menemukan suatu hal dari tuturan lisan yang didengarkan.
Kemampuan lain yang diukur, misalnya kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan lisan yang didengarkan. Dengan demikian, asesmen kompetensi menyimak harus melibatkan siswa menggunakan indra pendengaran, kemudian dapat diukur melalui kemampuan lisan (menjawab) atau tulisan (menuliskan) sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mendengarkan. Oleh karena itu, asesmen kompetensi menyimak diarahkan pada aktivitas nyata dalam menyimak atau mendengarkan,tuturan,lisan.
 
Standar Kompetensi Berbicara
Kompetensi berbicara diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan. Kemampuan yang ingin diketahui dari kompetensi ini adalah kemampuan siswa mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan berbicara. Dalam mengases kemampuan berbicara, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat yang jelas, bahasa yang santun, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang lugas, etika berwawancara, dan prinsip diskusi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.

Standar Kompetensi Membaca
        Kompetensi membaca diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam memahami berbagai ragam teks (bacaan) tertulis yang diungkapkan melalui lisan atau tulisan. Kemampuan yang diukur itu meliputi kemampuan siswa dalam memahami, mengidentifikasi, menganalisis, menemukan, menyimpulkan, membedakan, dan sebagainya dari bacaan yang dibaca baik berupa teks nonfiksi maupun fiksi. Kemampuan membaca yang diukur adalah membaca cepat, membaca dalam hati, membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring, membaca memindai, membaca indah, dan sebagainya. Selain itu, mengukur pula kemampuan siswa dalam membaca dan membacakan teks dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas. Kemampuan siswa yang diukur dalam bidang kebahasaan adalah pemahaman terhadap bentuk-bentuk kata serta penguasaan terhadap makna kata. Dalam hal membacakan puisi, kemampuan yang diukur itu selain lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat, juga diukur kemampuan memahami, menganalisis, menemukan, dan sebagainya dari puisi yang dibacakan. Berdasarkan hal ini, maka kemampuan yang diukur itu kemampuan merefleksikan bacaan, baik untuk kepentingan dirinya maupun orang lain berdasarkan suatu teks yang dibaca

Standar Kompetensi Menulis
      Kompetensi menulis diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dalam mengases kemampuan menulis, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya menuliskan pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat bervariasi, kalimat langsung dan tak langsung, bahasa yang baku, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang efektif, bahasa yang singkat, padat, jelas, bahasa yang santun dan sebagainya. Selain itu, kemampuan yang diukur dari siswa adalah kemampuan memahami bacaan dan bentuk-bentuk sastra yang diungkapkan secara tertulis. Ungkapan tertulis ini dapat dilakukan siswa jika memahami bentuk-bentuk paragraf naratif, ekspositif, argumentatif, deskriptif, persuasif, surat dinas, karya tulis ilmiah, teks pidato, puisi, pantun, cerpen, resensi, dan sebagainya. Pemahaman terhadap bentuk bacaan itu serta penguasaan unsur bahasa dapat berwujud kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dengan demikian, dalam mengukur kemampuan menulis perlu mencermati aspek-aspek tersebut.

Minggu, 14 Juni 2015

Anak Berkebutuhan Khusus


A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,  tunarungu,tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa, anak cacat, dan atau Anak Dengan Kedisabilitasan ( ADK ). Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing.
  1. SLB bagian A untuk tunanetra.
  2. SLB bagian B untuk tunarungu.
  3. SLB bagian C untuk tunagrahita.
  4. SLB bagian D untuk tunadaksa.
  5. SLB bagian E untuk tunalaras.
  6. SLB bagian G untuk cacat ganda.

Anak berkebutuhan khusus memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya karena mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan baik permanen maupun temporer yang disebabkan oleh:
  1. Faktor Lingkungan
  2. Faktor dalam diri Anak Sendiri
  3. Kombinasi Keduanya


B. Menjelaskan Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Gangguan Penglihatan (Tunanetra) diklasifikasikan menjadi beberapa macam  yaitu:
Berdasarkan tingkat gangguannya
  1. Buta total adalah keadaan dimana kedua mata dari seseorang tidak berfungsi lagi sebagaimana semestinya yang disebabkan karena adanya kerusakan pada kornea mata atau terputusnya syaraf mata.
  2. Buta sebagian adalah keadaan dimana salah satu mata dari seseorang tidak berfungsi dengan baik dikarenakan kerusakan kornea mata atau terputusnya saraf mata.
  3. Low Vision adalah keadaan yang terjadi pada penglihatan seseorang, dimana orang tersebut tidak dapat melihat wujud asli dari suatu benda melainkan hanya berupa bayangan yang kabur dan itupun apabila disekitar benda tersebut terdapat banyak cahaya. Low vision yang semakin parah akan menyebabkan kebutaan total.


Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
  1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
  2. Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil yakni mereka yang telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
  3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja yakni mereka yang telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
  4. Tunanetra pada usia dewasa yakni mereka yang pada umumnya dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
  5. Tunanetra dalam usia lanjut yakni mereka yang sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.


2. Gangguan pendengaran (tunarungu) diklasifikasikan menjadi beberapa macam  yaitu:

Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengan bunyi
Menurut ashman dan Elkins (1994)
  1. Ketunarunguan ringan adalah kondisi seseorang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB. Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
  2. Ketunarunguan sedang adalah kondisi seseorangmasih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan. Tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid)
  3. Ketunarunguan berat sekali adalah kondisi seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (supperpower).

Berdasarkan lokasi gangguannya menurut Easterbrooks (1997)
  1. Conductive loss adalah ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
  2. Sensorineural loss adalah ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau saraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.
  3. Central auditory processing disorder adalah gangguan pada sistem saraf pusat proses auditer mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengar meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinga individu tersebut.


3. Gangguan mental rendah (tunagrahita) diklasifikasikan menjadi beberapa macam  yaitu:
Berdasarkan berat ringannya
  1. Debil (ringan) mempunyai IQ antara kisaran 50 sampai dengan 70, kondisi fisiknyatidak berbeda anak normal lainnya, termasuk kelompok mampu didik artinya bisa didik (diajarkan membaca, menulis dan berhitung) bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 4 SD umum.
  2. Imbesil (sedang) mempunyai IQ antara kisaran 30 sampai dengan 50, termasuk kelompok mampu latih, tampang/kondisi fisiknya sudah dapat dilihat tetapi ada sebagian anak mempunyai fisik normal, biasa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD umum.
  3. Idiot (berat) mempunyai IQ mereka rata-rata 30 kebawah, sangat rendah intelegensinya sehingga tidak mampu menerima pendidikan secara akademis, termasuk kelompok mampu rawat, dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain

Berdasarkan klinis tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:
  1. Down Syindrome (mongoloid) memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
  2. Kretin (cebol) memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
  3. Hydrocephalus memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
  4. Microcephalus memiliki ukuran kepala yang kecil


4. Gangguan motorik (tunadaksa) diklasifikasikan menjadi beberapa macam  yaitu:

Berdasarkan derajat kecacatannya
  1. Ringan : dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas dan dapat menolong diri
  2. Sedang : membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan, mengurus diri dan alat-alat khusus, seperti brace.
  3. Berat : membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara dan menolong diri.


Berdasarkan letak kelainan otak dan fungsi geraknya
  1. Pastik : adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
  2. Dyskenesia yang meliputi A’hetosis adalah penderita yang memperlihatkan gerak tidak terkontrol, Rigid adalah kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan, Tremor adalah getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau kepala.
  3. Ataxia : gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi.
  4. Jenis campuran : seorang anak mempunyai kelainan dua/ lebih dari tipe diatas

  
C. Menguraikan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Anak-anak Berkelainan Fisik
Pada bagian ini akan mengantarkan Pembaca untuk memahami karakateristik  anak  berkebutuhan  khusus  yang  mengalami  kelainan  fisik, yaitu anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Untuk itu saudara diharapkan dapat mencermatinya dengan baik, danmembaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara diharapkan dapat menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik.

a.        Karakteristik Anak Tunanetra

Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visus sentralis diatas 20/200 dan   secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah:

1.        Segi Fisik
Secara  fisik  anak-anak  tunanetra,  nampak  sekali  adanya  kelainan  pada organ penglihatan/mta, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak- anak normal padaumumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.

2.        Segi Motorik
Hilangnya   indera   penglihatan   sebenarnya   tidak   berpengaruh   secara langsungterhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visualmenyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Sehingga tidak seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.

3.        Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh  pada  perilakunya. Anak     tunanetra  sering  menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku tersebut dapat berupa sering menekanmatanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadangmengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, sertaketerbatasan sosial. Untuk   mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut denganmembantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.

4.        Akademik
Secara umum kemampuan   akademik, anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak  normal  pada  umumnya.  Keadaan  ketunanetraan  berpengaruh pada perkembanganketerampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca  dan  menulis.  Dengan kondisi  yang  demikian  maka  tunanetramempergunakan berbagai alternatif media ataualat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Merekamungkin mempergunakan huruf braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya seperti teman- teman lainnya yang dapat melihat.

5.        Pribadi dan Sosial
 Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan danmenirukan, maka anak   tunananetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah,mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan,menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi.

 Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan,  tetapi tunanetra  mempunyai  keterbatasan  dalam  melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Dari keadaan tersebutmengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap:
·           Curiga   yang   berlebihan   pada   orang   lain,   ini   disebabkan   oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya
·      Mudah   tersinggung.   Akibat   pengalaman-pengalaman   yang   kurang menyenangkanatau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
·    Ketergantungan   pada   orang   lain.   Anak-anak   tunanetra   umumnya memilki sikapketergantungan yang kuat pada oranglain dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Kondisi yang demikian umumnya wajar terjadi pada anak-anak tunanetra berkenaan dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.

b.           Karakteristik Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka  memiliki  karakteristik  yang  khas,  berbeda  dari  anak-anak  normal pada umumnya. Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya adalah:

1.        Segi Fisik
·           Cara  berjalannya  kaku  dan  agak  membungkuk.  Akibat  terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungumengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
·     Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernahmendengarkan  suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuaraatau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
·       Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indra yang palingdominan bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamanannya diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga cara melihatpun selalu menunjukkankeingintahuan yang besar dan terlihat beringas.

2.        Segi Bahasa
·           Miskin akan kosa kata
·           Sulit   mengartikan   kata-kata   yang   mengandung   ungkapan,   atau idiomatic
·           Tatabahasanya kurang teratur

3.        Intelektual
·   Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidakmengalami permasalahan  dalam  segi   intelektual. Namun akibat keterbatasan dalamberkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban
·     Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa.Seiring terjadinyakelambanan dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalamberkomunikasi, maka dalam segi akademiknya juga mengalami keterlambatan.

4.        Sosial-emosional
•        Sering merasa curiga dan syak wasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan oranglain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
•           Sering bersikap agresif

c.              Karakteristik Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat   tubuh,   yang   mencakup   kelainan   anggota   tubuh   maupun   yang mengalami kelainananggota gerak dan kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di syarafpusat atau otak, disebut sebagai cerebral palcsy (CP), dengan karakteristik sebagai berikut:

1.        Gangguan Motorik
Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan- gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik inimeliputi motorik kasar dan motorik halus.

2.        Gangguan Sensorik
Pusat sensoris pada manusia terleak otak,  mengingat anak  cerebral palsy adalah anak yang mengalami kelainan di otak, maka sering anak cerebral      palsy   disertai   gangguan  sensorik,   beberapa   gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa. Gangguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.

3.        Gangguan Tingkat Kecerdasan
Walaupun anak cerebral palsy disebabkan karena kelainan otaknya tetapi keadaankecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy mulaidari tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45% mengalami keterbelakanganmental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisanya cenderung dibawah rata-rata (Hardman, 1990).

4.        Kemampuan Berbicara
Anak cerebral palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainanmotorik otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti  lidah,  bibir,  dan  rahang  bawah,  dan  ada  pula  yang  terjadi karena kurang dan tidak terjadi proses interaksidengan lingkungan. Dengan keadaan yang demikian maka bicara anak-anak cerebral palsymenjadi tidak jelas dan sulit diterima orang lain.

5.        Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy,mempengaruhi pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung rangsang yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak–anak normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan emosi yang tidak terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat memunculkan keadaan anak yang merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah tersinggung, dan suka menyendiri, serta kurang dapat menyesuaiakan diri dan bergaul dengan lingkungan.

Sedangkan anak anak yang mengalami kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan  muscle  dystrophy  lain mengakibatkan  gangguan  motorik  terutama gerakan lokomosi, gerakan ditempat, danmobilisasi. Ada sebagian anak dengan gangguan gerak yang berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat perlu alat ambulasi, juga perlu alat bantu dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebutuhan gerak. Dalam kehidupan sehari- hari anak perlu bantuan dan alat yang sesuai. Keadaan kapasitas kemampuan intelektual anak gangguan gerak otot ini tidak berbeda dengan anak normal.

Pada bagian ini akan mengantarkan pada saudara untuk memahami karakateristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental- emosional,   yaitu   anak  tunagrahita,   dan   tunalaras.   Untuk   itu   saudara diharapkan dapat mencermatinya dengan baik, dan membaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara  diharapkan  dapat  menjelaskan  karakteristik  anak  berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental-emosional.




d.             Karakteristik Anak Tunagrahita
Untuk  memahami  karakteristik  anak  tunagrahita  maka  perlu disesuaikan dengan klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki  karakteristik  yang  berbeda-beda.  Sesuai  dengan  bidang  bahasan pada materi ini akan dibahas pada karakteristik akademik tunagrahita sebagai berikut:
Karakteristik anak tunagrahita secara umum menurut James D. Page (Amin,1995:34-37) dicirikan dalam hal: kecerdasan, sosial, fungsi mental, dorongan dan emosi, kepribadian serta organisme. Masing-masing hal itu sebagai aspek diantara tunagrahitadengan dijelaskan sebagai berikut:

1.        Intelektual
Dalam pencapaian tingkat kecerdasan bagi tunagrahita selalu dibawah rata-rata dengan anak yang seusia sama, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas. Mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usia mental anak usia mental anak Sekolah Dasar kelas IV, atau kelas II, bahkan ada yang mampu mencapai tingkatusia mental

Setingkat usia mental anak pra sekolah. Dalam hal belajar, sukar memahami masalah.Masalah yang bersifat abstrak dan cara belajarnya banyak secara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian.

2.        Segi  sosial.
Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan kalau dibandingkan dengan anak normal sebaya. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulan mereka tidak dapatmengurus, memelihara, dan memimpin diri. Waktu masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggalkan pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan sosial mereka ditunjukkan dengan Social Age  (SA)  yang  sangat  kecil  dibandingkan  dengan  Cronological  Age (CA). Sehingga skor sosial Social Quotient (SQ)nya rendah.

3.        Ciri pada fungsi mental lainnya
Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Pelupadan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan, kurang mampu membuat asosiasi serta sukar membuat kreasi baru.

4.        Ciri dorongan dan emosi
Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkatketunagrahitaannya masing-masing. Anak yang berat dan sangat berat ketunagrahitaannyahampir tidak memperlihatkan dorongan untuk  mempertahankan  diri,  dalam   keadaan haus  dan  lapar  tidak menunjukkan tanda-tandanya, mendapat perangsang yangmenyakitkan tidak mampu menjauhkan diri dari perangsang tersebut. Kehidupan emosinyalemah, dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benci. Anak yang tidak terlalu berat ketunagrahitaannya mempunyai kehidupan emosi yang hampir sama dengan anak normal tetapi kurang kaya, kurang kuat, kurang beragam, kurang mampu menghayati perasaanbangga, tanggung jawab dan hak sosial.

5.        Ciri kemampuan dalam bahasa
Kemampuan  bahasa  sangat  terbatas  perbendaraaan  kata  terutama  kata yang abstrak. Pada anak yang ketunagrahitaannnya semakin berat banyak yang   mengalami   gangguan   bicara   disebabkan   cacat   artikulasi   dan problem dalam pembentukan bunyi.

6.        Ciri kemampuan dalam bidang akademis
Mereka sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung  yang problematis,  tetapi  dapat  dilatih  dalam  menghitung yang bersifat perhitungan.

7.        Ciri kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler (Hallahan & Kauffman, 1988:69) bahwa anak yang merasa retardedtidak    percaya   terhadap    kemampuannya,    tidak    mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung pada pihak luar (external locus of control). Mereka tidakmampu untuk mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantung pengarahan dari luar.

8.        Ciri kemampuan dalam organisme.
Kemampuan anak tunagrahita untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama pada anak tunagrahita yang kategori berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapatberjalan dan berbicara pada usia dewasa, sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan penglihatannya tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap perasaansakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang tidak enak.

Sedang karakteristik anak tunagrahita, yang lebih spesifik berdasarkan berat ringannya kelainan  dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.   Mampudidik
Mampudidik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk mengelompokkan tunagrahita ringan. Mampudidik memiliki kapasitas inteligensi antara 50 – 70 pada skala Binet maupun Weschler. Mereka masih  mempunyai  kemampuan  untuk  dididik  dalam  bidang  akademik yang  sederhana  (dasar)  yaitu  membaca,  menulis  dan  berhitung.  

Anak mampudidik kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun ataukelas 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan layanan dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampu didik dapat lulus sekolah dasar. Anak mampu didik setelah dewasamasih memungkinkan untuk dapat bekerja mencari nafkah, dalam bidang yang tidakmemerlukan banyak pemikiran. Tunagrahita mampudidik umumnya tidak desertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga kesan lahiriah anak mampudidik tidak berbeda dengan anak normal sebaya, bahkan sering anak mampu didik dikenal dengan terbelakang mental 6 jam, hal ini dikarenakan anak terlihat terbelakang mentalsewaktu mengikuti pelajaran akademik di sekolah saja, yang mana jam sekolah adalah6 jam setiap hari.

2.   Mampulatih
Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kelinan fisik baik sensori mapupun motoris, bahkan hampir semua anak yangmemiliki kelainan dengan tipe klinik masuk pada kelompok mampu latih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak mampu latih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda dengan anak normal sebaya. Anak mampulatih memilikikapasitas inteligensi (IQ) berkisar antara 30 –
50, kemampuan tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun atau kelas  2 SD.  Kemampuan  akademik  anak  mampulatih  tidak  dapat mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti  membaca,  menulis  dan  berhitung.  Anak  mampulatih  hanya mampu dilatih dalam keterampilan mengurusdiri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari.

3.   Perlurawat
      Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat, jika pada istilah kedokteran disebut dengan idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas inteligensi di bawah25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini hanya mampu dilatih pembiasaan (conditioning) dalam kehidupan  sehari-hari.  Seumur  hidupnya  tidak  dapat  lepas  dari orang lain.

e.              Karakteristik Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi pada perilaku sosialnya.

Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:

1.   Karakteristik umum
•        Mengalami gangguan perilaku; suka berkelahi, memukul, menyerang,merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain,mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, sukamencuri, mengejek, dan sebagainya.
•        Mengalami kecemasan; kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, seringmenangis, malu, dan sebagainya.
·           urang    dewasa;    suka    berfantasi,    berangan-anagan,    mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
•        Agresif;  memiliki  gang  jahat,  suka  mencuri  dengan  kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.

2.   Sosial /emosi
·           Sering melanggar norma masyarakat
·           Sering mengganggu dan bersifat agresif
·           Secara   emosional   sering   merasa   rendah   diri   dan   mengalami kecemasan

3.        Karakteristik akademik
•   Hasil belajarnya seringkali jauh di bawah rata-rata
•   Seringkali tidak naik kelas
•   Sering membolos sekolah
•   Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas.

f.         Anak Berkelainan Akademik
Pada bagian ini akan mengantarkan pada saudara untuk memahami karakateristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan akademik, yaitu anak berbakat, dan anak berkesulitan belajar. Untuk itu saudara diharapkan dapat mencermatinya dengan baik, danmembaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara  diharapkan  dapat  menjelaskan  karakteristik  anak  berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan akademik.

g.             Karaktersitik Anak Berbakat
Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainanintelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual  ini  Cony  Semiawan  (1997:24)  mengemukakan,  bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik(academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berbakat sebagaimanadiungkapkan Kitato dan Kirby, dalam Mulyono (1994), dalam ini adalah sebagai berikut:

1.   Karakteristik Intelektual
•   Proses belajarnya sangat cepat
•   Tekun dan rasa ingin tahu yang besar
•   Rajin membaca
•   Memiliki perhatian yang lama dalam suatu bidang khusus
•   Memiliki pemahaman yang sangat majau terhadap suatu konsep
•   Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik

2.   Karakteristik Sosial-emosional
•        Mudah diterima teman-teman sebaya dan orang dewasa
•        Melibatkan  diri  dalam  berbagai  kegiatan  sosial,  dan  memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif
•        Kecenderungan sebagai pemisah dalam suatu pertengkaran
•        Memiliki kepercayaan tentang persamaan derajat semua orang, dan jujur
•        Perilakunya tidak defensif, dan memiliki tenggang rasa
•        Bebas dari tekanan emosi, dan mampu mengontrol emosinya sesuai situasi, dan merangsang perilaku produktif bagi oranglain.
•        Memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menanggulangi masalah sosial.

3.   Karakteristik Fisik-kesehatan
•   Berpenampilan rapi dan menarik
•   Kesehatannya berada lebih baik di atas rata-rata


g.             Karaktersitik Anak Berkesulitan Belajar
Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Learningdisability merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yangdialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis. Secara umum berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang mengalami gangguan  pada  satu  atau  lebih  dari  proses  psikologi  dasar termasukpemahaman dalam menggunakan bahasa lisan atau tertulis yang dimanifestasikandalam ketidak sempurnaan mendengar, berfikir, wicara, membaca, mengeja ataumengerjakan hitungan matematika. Konsep ini merupakan hasil dari gangguanpersepsi, disfungsi minimal otak, disleksia, dan disphasia, kesulitan belajar ini tidak termasuk masalah belajar, yang disebabkan secara langsung oleh adanya gangguan penglihatan, pendengaran, motorik, emosi, keterbelakangan mental, atau faktor lingkungan, budaya, maupun keadaan ekonomi. Dimensinya mencakup:
•   Disfungsi pada susunan syaraf pusat (otak),
•   Kesenjangan (discrepancy) antara potensi dan prestasi
•   Keterbatasan proses psikologis
•   Kesulitan pada tugas akademik dan belajar
Kesenjangan antara potensi dan prestasi dalam berprestasi untuk mencapaikompetensi yang telah ditetapkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kesulitanbelajar adalah setiap anak yang tidak mampu mencapai kompetensi yang ditentukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Untuk memahami anak berkesulitan belajar spesifik memang harus mengenal karakteristik atau ciri-ciri khusus yang muncul pada anak-anak berkesulitan belajar, yang umumnya  baru terdeteksi setelah anak usia 8 – 9 tahun atau kelas 3 – 4 SDmasuk pada kelompok kesulitan belajar akademik, hal ini dikarenakan sulitnyamengenal karakteristik anak sejak dini.  Adapun karakteristik yang dapat diamatiadalah adanya kesenjangan (discrepancy) antara potensi anak dengan prestasi (akademik) dan perkembangan yang dicapai, kesenjangan ini minimal 2 level akademik atau 2 tahun perkembangan. Memiliki kesulitan pada satu bidang akademik/perkembangan yang tertinggal dibandingkan dengan bidang akademik/perkembangan lain yang dimiliki anak (perbedaan intra individual).


D.      Menjelaskan Pendidikan Inklusi
1.        Definisi Pendidikan Inklusi (Inclusive Education)
Kata inklusi bermakna terbuka, lawan dari eksklusi yang bermakna tertutup. Pendidikan Inklusi berarti pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukananak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar.Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan inklusi adalah sekolah harusmengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional,linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat.Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak- anakdari area atau kelompok yang kurang beruntung.

Istilah pendidikan inklusi atau inklusif, mulai terkenal semenjak tahun 1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994.

Konsep pendidikan inklusi muncul dimaksudkan untuk memberi solusi, adanya perlakuan diskriminatif dalam layanan pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat atau anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Sementara itu Sapon-Shevin (O Neil,1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus di didik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995) hal ini dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak tidak normal (berkebutuhan khusus) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas sosial.

Pendidikan inklusi lazimnya sudah diterapkan di Negara-negara maju, seperti Norwegia, Swedia, Denmark, USA, dan sebagian Australia. Di Indonesia model pendidikan inklusi sudah banyak dirintis di beberapa sekolah tertentu, namun belum dapat sepenuhnya dilaksanakan. Dalam kasus-kasus tertentu nama sekolah inklusi telah menjadi trade mark, tetapi dalam prakteknya tidak lebih dari sekedar sekolah terpadu biasa. Oleh karena itu masa-masa yang akan datang sekolah inklusi di Indonesia bukan hanya sekedar nama saja tetapi diharapkan menjadi sebuah sekolah inklusi beneran seperti yang telah diselenggaraka di beberapa Negara maju di Eropa, Amerika dan Australia. Ini tentu saja menjadi tugas dan komitmen bersama antara pemerintah, sekolah dan masyarakat.

2.        Tujuan Pendidikan Inklusi
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkanpotensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab ituinti dari pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensilogis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yangtidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan inklusimeliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh orang tua dan oleh masyarakat.

Selanjutnya tujuan  pendidikan inklusi  menurut  Raschake  dan  Bronson
(Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagaiberikut:

a.        Bagi anak berkebutuhan khusus
·          anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.
·          anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.
·           meningkatkan harga diri anak.
·     anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.

b.        Bagi pihak sekolah
·           memperoleh  pengalaman  untuk  mengelola  berbagai  perbedaan  dalam  satu kelas.
·           mengembangkan  apresiasi  bahwa  setiap  orang  memiliki   keunikan  dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.
·           meningkatkan kepekaan  terhadap  keterbatasan  orang lain  dan  rasa  empati padaketerbatasan anak.
·           meningkatkan kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas

c.         Bagi guru
·           membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwaanak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan
·           menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anakberkebutuhan khusus.
·           guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
·           meredam kejenuhan guru dalam mengajar.

d.  Bagi masyarakat
·           meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
·           mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi.
·           membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggotamasyarakat.

3.        Karekteristik Pendidikan Inklusi
Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal sepertihubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber yang dijelaskansebagai berikut:

a.         Hubungan
Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas (orang tua)memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya.

b.        Kemampuan
Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orangtua sebagai pendamping.

c.         Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantaimembentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapatmelihat satu sama lain.

d.        Materi belajar
Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarnmatematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang danmenyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untukpelajaran bahasa.

e.         Sumber
Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anakmembawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untukdimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.

Dalam pendidikan inklusi terdapat siswa normal dan berkebutuhan khusus, dalam rangka untuk menciptakan manusia  yang berkembang seutuhnya maka diperlukanadanya pembinaan peserta didik, melalui pembinaan ini maka diharapkan peserta didikmampu berkembang dan memiliki keterampilan secara optimal.

4.        Kurikulum Sekolah Inklusi
Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak, yang selama ini anakdipaksakan mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu hendaknya memberikan kesempatanuntuk menyesuaikan kurikulum dengan anak.  Menurut Tarmansyah (2007:154) untukmodifikasi kurikulum merupakan model kurikulum dalam sekolah inklusi. Modifikasi pertama adalah mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakanrepresentasi yang disederhanakan dari realitas yang kompleks.  Modifikasi  kedua  adalah mengenai  aspek  kurikulum  yang  secara khusus difokuskan dalam pembelajaran yangakan dibahas lebih banyak dalam praktek pembelajaran.

Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular)yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa.Lebih lanjut, menurut Direktorat PLB (Tarmansyah,2007:168)  modifikasi  dapat dilakukan  dengan  cara  modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi/materi, modifikasi proses belajar mengajar, modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi lingkungan untukbelajar, dan modifikasi pengelolaan kelas. Dengan kurikulum akan memberikan peluangterhadap tiap-tiap anak untuk mengaktualisasikan potensinya sesuai dengan bakat, kemampuannya dan perbedaan yang ada pada setiap anak.

5.        Tenaga Kependidikan Dalam Layanan ABK
Personil pendidikan ABK tidak jauh berbeda dengan personil pendidikan umum lainnya. Personil yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a.         Tenaga Guru
Guru yang bertugas pada pendidikan ABK harus memiliki kualifikasi dan kemampuan yang dipersyaratkan. Tenaga guru tersebut meliputi : Guru Khusus, Guru Pembimbing (Konselor pendidikan), Guru umum yang telah memiliki pengalaman luas dalam mendidik dan menangani masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.

b.        Tenaga Ahli
Tenaga ahli dalam pendidikan ABK sangat diperlukan keberadaannya untuk ikut membantu pemecahan permasalahan anak dalam bidang nonakademik, tenaga ahli itu meliputi : Dokter umum, Dokter spesialis, Psikologi, maupun tenaga ahli lainnya.

c.         Tenaga Administrasi
Untuk kelancaran proses belajar-mengajar perlu dukungan tenaga administrasi sekolah sebagai tenaga non akademik keberadaannya sangat diperlukan untuk kelancaran tugas-tugas sekolah secara umum, misalnya keuangan, surat menyurat, pendataan murid atau guru, dan sebagainya.