Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. [1]
Cronbach mengemukakan bahwa learning is shown by change in
behaviour as a result of experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman).
Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result
of practice”(belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut pandang yang
berbeda-beda, diantaranya:
- Kuantitatif ,(ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa.
- Institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor.
- kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.[3] Pada dasarnya belajar ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang felatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Sumadi Suryabrata menyimpulkan bahwa belajar itu membawa
perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan keterampilan baru.[4]
Slameto mendefinsikan, belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.[5] Seseorang
itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu senantiasa
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
Belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju
ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur
cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
usaha sadar dalam perubahan tingkah laku, yang terjadi karena hasil
pengalaman-pengalaman baru sehingga menambah pengetahuan yang ada di dalam diri
seseorang.
2. Prestasi Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru.[6]
Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan
bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.Maka prestasi belajar
merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan
usaha-usaha belajar.[7]
Benyamin S. Bloom, prestasi belajar merupakan hasil
perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas :
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri
Djamarah adalah hasil yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan
perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan
diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9]
Slamento Abdul Hadis mengatakan bahwa “belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu dalam memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.[10]
Menurut Muhibbin Syah (2008) prestasi belajar adalah
keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaran tertentu.Sedangkan menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi belajar
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka ynag diberikan oleh
guru.[11]
Jadi, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai
berikut :
- Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
- Prestasi belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
- Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
Istilah Evaluasi atau penilaian adalah sebagai
terjemahan dari istilah asing “Evaluation”. Dan sebagai panduan, menurut
Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student
Learning) dikemukakan bahwa: Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup
untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada-tidaknya perubahan dan derajat
perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik.
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan
siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Kata lain
yang sepadandengan kata evaluasi dan sering digunakan untuk menggantikan kata
evaluasi adalah tes, ujian dan ulangan. Istilah evaluasi biasanya digunakan
untuk menilai hasil belajar para siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu,
seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) yang kini disebut Ujian
Akhir Nasional (UAN).
Aktivitas belajar perlu diadakan evaluasi . Hal ini penting
Karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah
ditetapkan dapat tercapai atau tidak.
Istilah evaluasi sering dikacaukan dengan pengukuran,
keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda.
Menurut Sumadi Surya brata pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh
informasi yang dapat dikuantifikasikan. Sedangkan evaluasi menekankan
penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain
untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.
Adapun aspek-aspek kepribadian yang harus diperhatikan
merupakan objek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap,
adalah sebagai berikut:
- Aspek-aspek tentang berpikir, meliputi :inteligensi, ingatan, cara menginterpretasi data, pokok-pokok pengajaran, dan pemikiran yang logis;
- Dari segi perasaan sosialnya, meliputi: kerja sama dengan kawan sekelasnya, cara bergaul cara pemecahan masalah, serta nilai-nilai sosial;
- Dari kekayaan social dan kewarganegaraan, meliputi: pandangan hidup atau pendapatnya terhadap masalah-masalah social, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut masih dapat dirinci ke dalam hal-hal
yang lebih khusus yang disesuaikan dengan keperluan atau tujuan penilaian.
1. Tujuan evaluasi
belajar
Pertanyaan pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang
harus dinilai. Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang
terdapat dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan
penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya
adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah
menerima atau menempuh pengalaman belajarnya (Nana, 1989). [12]
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil
pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan
memperbaiki proses pembelajaran. Adapun tujuan evaluasi dapat diuraikan sebagai
berikut: Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuhnya. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para
siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. Menentukan tindak lanjut hasil
penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program
pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Memberikan
pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak
yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.
Menurut Anas(1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas
dua:
Tujuan umum
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
- Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
- Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. [13]
Tujuan khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi
dalam bidang pendidikan adalah:
- Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
- Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
2. Prinsip evaluasi
belajar
Dalam mendesain dan melakukan proses atau kegiatan evaluasi
seorang guru hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:[14]
- Prinsip berkesinambungan (continuity) adalah kegiatan evaluasi dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi tidak hanya dilakukan sekali setahun atau persemester, tetapi dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan memperhatikan peserta didik hingga ia tamat dari institusi tersebut.
- Prinsip menyeluruh (comprehensive) yaitu dalam melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan dari aspek berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau sikap (domain afektif), maupun aspek keterampilan ( domain psikomotor) yang ada pada masing-masing peserta didik.
- Prinsip objektivitas (objektivity) yaitu bahwa Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan keadaan yang sesungguhnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal lain yang bersifat emosional dan irasional.
- Prinsip valididitas (validity) Validitas artinya keshahihan yaitu bahwa evaluasi yang digunakan benar-benar mampu mengukur apa yang hendak diukur atau yang diinginkan. Validitas juga selalu disamakan dengan ketepatan, misalnya untuk mengukur partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan dievaluasi dengan melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai dari kehadiran, keaktifan dan sebagainya.
Pada prinsipnya, evaluas hasil belajar merupakan kegiatan
berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, macam-macamnya pun banyak
mulai yang sederhana sampai yang paling kompleks. Diantara macam-macam evaluasi
tersebut adalah sebagai berikut: [15]
- Pre-test dan Post-test. Kegiatan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan instrumen tertulis.Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
- Evaluasi Prasyarat. Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan.
- Evaluasi Diagnostik. Evaluasi jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapat kesulitan.
- Evaluai Formatif. Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian suatu pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yamg mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
- Evaluasi Sumatif. Ragam penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja. akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
- Ujian Akhir Nasional (UAN)/ UN. Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir Nasional ) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan seterusnya.
- Evaluasi Penempatan. Evaluasi jenis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru dapat menempatkan siswa dalam situasi yang tepat baginya. Penempatan yang dimaksud dapat berupa sebagai berikut: Penempatan siswa dalam kelompok kerja;Penempatan siswa dalam kelas, siswa yang memerlukan perhatian lebih besar dalam belajar ditempatkan di depan, misalnya siswa yang kurang baik pendengarannya. Atau siswa yang rabun dekat maka ditempatkan di belakang;Penempatan siswa dalam kepanitiaan di sekolah;Menempatkan siswa dalam program pengajaran tertentu, misalnya memilih program pengajaran atau keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
1. Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif pada umumnya berentuk essay (uraian). Tes
bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang
bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.[16] Menurut
Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal yang
mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut
harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes
uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun
soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes.[17] Dalam
tes uraian bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan,
mengapa, bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini menuntut kemampuan peserta tes
untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai
daya kreativitas yang tinggi dalam pengerjaannya.[18]
Kelebihan-kelebihan
Tes Subjektif
- Mudah disiapkan dan disusun;
- Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
- Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus;
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri;
- Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
Kelemahan-kelemahan Tes
Subjektif
Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar
diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah
dikuasai.
- Kurang representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
- Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif.
- Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
- Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain.[19]
- Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsan jawaban.[20]
2. Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa
sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh
siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama.[21] Karena
sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia.
Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.[22]
Kelebihan-kelebihan
Tes Objektif
- Tes objektif lebih banyak mengandung segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa;
- Tes objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
- Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain;
- Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.[23]
Kelemahan-kelemahan
Tes Objektif
- Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
- Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis maupun kreativitas;
- Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes;
- Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.[24]
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.cet.18.
Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Cet.18.
Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja
Grafindo Persada
Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya.cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan.Jakarta : Gramedia, 2007
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi
Guru.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Jakarta:
Rineka Cipta. 2010
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar.Bandung:Remaja
Rosdakarya.2008
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosda Karya. 1989.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Grafindo Persada.1995.
Mardia Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan
Pustaka Riau,2009
[1] DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Sardiman.Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
2011
[3] Syah,Muhibbin.
Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
[4] Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo Persada
[5] Slamento.Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta.
2010
[6] DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[7] Winkel,
W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta :
Gramedia, 2007
[8] Winkel,W.S.Op.cit
hal.26
[9] Syaiful Bahri
Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya : Usaha
Nasional, 1994
[10] Slameto.Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[11] Syah,Muhibbin.
Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12] Nana Sudjana,
Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1989.
[13] Sudijono,
Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
[14] Mardia
Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009.hal.53
[15] Syah,
Muhibbin 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
[16] Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002). h.
163
[17] Eko Putro
widoyoko, Evaluasi Progam Pembelajaran.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) h.
78-79
[18] Ibid. h. 79
[19] Suharsimi
Arikunto, Op. Cit. h. 164
[20] Ngalim
Purwanto, Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 1994). h. 38
[21] Ngalim
Purwanto. Op. Cit. h. 35
[22] Eko Purwo
Widoyoko, Op. Cit. h. 49
[23] Suharsimi
Arikunto, Op. Cit. h. 166.
[24] Eko Purwo
Widoyoko, Op. Cit. h. 49-50
Diposkan oleh neni
triana di 07.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar