Cute Finding Nemo

Senin, 15 Juni 2015

Mengevaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia







A.   PENGERTIAN EVALUASI
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan evaluasi? Banyak literatur yang memberikan pengertian tentang evaluasi ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian (KBBI, 1996:272). Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian. Meskipun berbeda, ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling memerlukan. Hal senada juga disampaikan oleh Nurgiyantoro (1988) dan Sudijono (2006).
Selain istilah evaluasi, terdapat juga istilah penilaian, pengukuran, dan tes. Sebenarnya, apakah ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama? Jawabannya tentu saja tidak. Pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, misalnya suhu badan dengan ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius, 380 celcius, 390 dst. Dari contoh tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh. Jadi penilaian sifatnya kualitatif. Dalam contoh di atas, seseorang yang suhu badannya adalah 360 celcius termasuk orang yang normal kesehatannya. Contoh lain yang dapat dosbeutkan di sini adalah ketika dikatakan bahwa berat seseorang adalah 140 kg, 140 kg adalah hasil pengukuran. Akan tetapi, ketika hasil 140 kg sangat berat, kata sangat berat adalah penilaian. Apa yang membedakan dengan evaluasi. Yang membedakannya adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif adan aspek kuanitatif. Dengan demikian, berdasarkan pengertian yang telah dikemukan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum adalah suatu proses untuk mendiagnosis kegiatan belajar dan pembelajaran.

PENULISAN / PEMBUATAN INSTRUMEN EVALUASI BENTUK TES  DAN NON-TES

A. Komponen atau Kelengkapan Sebelum Tes Terdiri Atas :

  1. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
  2. Lembaran jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan bagi peserta tes untuk mengerjakan tes.
  3. Kunci jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki.
  4. Pedoman penilaian (pedoman skoring), berisi keterangan perincian tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal

Hal-hal yang harus di lakukan sebelum menulis soal tes tulis

  1. menentukan tujuan tes
  2.  menyusun kisi-kisi soal
  3. penulisan soal
  4. pemberian skor
  5. pelaporan hasil tes


B. Tes Tertulis
Tes secara harfiah berasal dari bahasa perancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan, latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki seseorang atau kelompok. Sedangkan Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.

C. Tes mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif.

1. Tes Formatif

Tes formatif adalaah tes yang diberikan kepada murid-murid pada setiap akhir program satuan pelajaran. Fungsinya yaitu untuk mengetahui sampai dimana pencapaian hasil belajar murid dalam penguasaan bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah dirumuskan di dalam satuan pelajaran. Dalam penilaian formatif ini, jika tujuan-tujuan instruksional khusus telah dirumuskan dengan tepat, distribusi tingkat kesukaran soal-soal (item tes) dan daya pembeda masing-masing soal tidak begitu penting. Yang penting adalah bahwa setiap soal betul-betul mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah dirumuskan di dalam progam satuan pelajaran. Standar yang digunakan dalam mengolah hasil tersebut adalah standar mutlak.
karakteristik Tes Formatif:
  1. Dilakukan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar
  2. Di lakukan secara periodik
  3. Mencakup semua mata pelajaran yang telah di ajarkan
  4. Bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar
  5. Dapat di gunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar.

2. Tes Sumatif
Fungsi tes sumatif ialah untuk menilai prestasi siswa, sampai dimana penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan selam jangka waktu tertentu. Kegunaannya yaitu untuk mengisi rapor, penentuan kenaikan kelas, dan penentuan lulus tidaknya siswa pada ujian akhir sekolah. Oleh karenaitu pada umumnya jumlah item atau soal-soal tes sumatif lebih banyak daripada item tes formatif, dan bentuk soalnya pun dapat terdiri atas campuran beberapa bentuk item tes (seperti true-false, multiple, choice, completion, matching, dan essay).
Tes sumatif mempunyai karakteristik sebagai berikut :

  1. materi yang di ujikan meliputi seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran
  2. dalam satu program tahunan atau semester di lakukan pada akhir program dalam satu tahun atau semester
  3. bertujuan untuk mengukur kebaerhasilan belajar peserta didik secara menyeluruh
  4. hasil penilaian sumatuf di gunakan antara lain untuk menentukan kenaikan kelas, kelulusan sekolah dan lain-lain.


D.  Pilihan ganda Soal dengan memilih Soal dua pilihan jawaban jawaban (iya-tidak, benar-salah) menjodohkan Bentuk penyusunan soal tertulis Bentuk soal melengkapi Soal dengan Bentuk soal tes jawaban mensuplai - jawaban singkat atau pendek Bentuk soal uraian
1. Soal Dengan Memilih Jawaban
a. Pilihan Ganda (multiple choice test)
Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Keunggulan soal bentuk pilihan ganda diantaranya adalah dapat mengukur kemampuan / perilaku secara objektif. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya.

Cara mengolah skor pilihan ganda yaitu :
Dengan denda, Degan rumus: S=R
Ket :
·         S = skor yang di peroleh (Raw Skor)
·          R = jawaban yang betul
·         W = jawaban yang salah
·          n = banyaknya opinion
·          1 = bilanngan tetap
Tanpa denda, dengan rumus: S=R 

b. Soal dengan Dua Pilihan Jawaban (Benar-Salah, Ya-Tidak) Bentuk benar salah ada dua macam (dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal), yakni :
  1. Dengan pembetulan (with correction) yaitu siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah.
  2. Tampa pembetulan (without correction) yaitu siswa hanya diminta melingkari huruf B atau tanpa memberikan jawaban yang benar.
Cara Mengolah Skor dengan Dua Pilihan :
·         Jawaban (Benar-Salah, Ya-Tidak)
·         Dengan denda  KET :
Ø  S = skor yang diperoleh
Ø  R = jawaban benar S=R-W
Ø  W = jawaban salahAtau S = T – 2W


E. Bentuk Soal Uraian
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas serta sulit untuk menyusun pedoman penskorannya.
Cara menskor : S=R

Ciri-ciri tes yang baik
• Validitas
• Reliabilitas
• Objektivitas
• Praktikabilitas
• Ekonomis




G. Prinsip Dasar Evaluasi Pembelajaran
    Prinsip dasar evaluasi dalam pendidikan adalah (1) berorientasi pada tujuan; (2) berkesinambungan; (3) menyeluruh; (4) berimbang; (5) terencana; (6) adil; (7) objektif; dan (8) memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, dan praktibilitas. 

1. Prinsip berorientasi pada tujuan berarti bahwa guru harus memahami tujuan pembelajaran.
Tujuan pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berikut.
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

2. Prinsip berkesinambungan berarti bahwa asesmen tidak hanya dilakukan satu kali saja, melainkan dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan berbagai jenis evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi bukan merupakan bagian terpisah dari pembelajaran, melainkan suatu kesatuan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi pada setiap satu satuan pelajaran. Dengan demikian, evaluasi bukan hanya Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Prinsip menyeluruh berarti bahwa bahan asesmen meliputi seluruh bagian bahan ajar yang dibelajarkan. Apabila bahan ajar itu banyak, misalnya meliputi bahan satu semester atau satu tahun maka dilakukan keterwakilan bahan tersebut untuk dievaluasi melalui penyusunan kisi-kisi. Prinsip berimbang berarti bahwa bahan asesmen itu harus berimbang antara bahan yang satu dengan yang lain. Berimbang antara kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis baik bidang bahasa maupun sastra. Berimbang antara asesmen yang sulit dengan yang mudah.
 
3.Prinsip terencana berarti bahwa kegiatan asesmen harus direncanakan. Perencanaan itu meliputi (1) perumusan tujuan evaluasi; (2) penentuan aspek-aspek yang akan diukur; (3) penentuan teknik dan waktu pelaksanaan evaluasi; (4) penguji-cobaan instrumen evaluasi. Asesmen harus direncanakan tidak dilakukan secara tiba-tiba atau serta merta.

 4. Prinsip adil dan objektif
 Berarti bahwa asesmen yang dilakukan guru harus berlaku secara umum, tidak ada pengecualian kedalaman materi yang diukur. Objektif berarti bahwa proses dan hasil asesmen diolah secara objektif berdasarkan suatu kriteria pengolahan skor. Hasil pengukuran biasanya berupa skor, sehingga untuk menentukan nilai harus diolah dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran berorientasi pada kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Apabila kita cermati, ruang lingkup materi pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Standar Isi terdiri atas standar kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, pengembangan instrumen evaluasi pembelajaran didasarkan pada keempat kompetensi tersebut.

Standar Kompetensi Menyimak
Kompetensi menyimak dalam pelajaran Bahasa Indonesia diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa mendengarkan tuturan lisan, baik disampaikan melalui tuturan langsung maupun dalam bentuk rekaman. Kemampuan yang diukur di antaranya kemampuan menemukan suatu hal dari tuturan lisan yang didengarkan.
Kemampuan lain yang diukur, misalnya kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan lisan yang didengarkan. Dengan demikian, asesmen kompetensi menyimak harus melibatkan siswa menggunakan indra pendengaran, kemudian dapat diukur melalui kemampuan lisan (menjawab) atau tulisan (menuliskan) sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mendengarkan. Oleh karena itu, asesmen kompetensi menyimak diarahkan pada aktivitas nyata dalam menyimak atau mendengarkan,tuturan,lisan.
 
Standar Kompetensi Berbicara
Kompetensi berbicara diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan. Kemampuan yang ingin diketahui dari kompetensi ini adalah kemampuan siswa mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan berbicara. Dalam mengases kemampuan berbicara, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat yang jelas, bahasa yang santun, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang lugas, etika berwawancara, dan prinsip diskusi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.

Standar Kompetensi Membaca
        Kompetensi membaca diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam memahami berbagai ragam teks (bacaan) tertulis yang diungkapkan melalui lisan atau tulisan. Kemampuan yang diukur itu meliputi kemampuan siswa dalam memahami, mengidentifikasi, menganalisis, menemukan, menyimpulkan, membedakan, dan sebagainya dari bacaan yang dibaca baik berupa teks nonfiksi maupun fiksi. Kemampuan membaca yang diukur adalah membaca cepat, membaca dalam hati, membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring, membaca memindai, membaca indah, dan sebagainya. Selain itu, mengukur pula kemampuan siswa dalam membaca dan membacakan teks dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas. Kemampuan siswa yang diukur dalam bidang kebahasaan adalah pemahaman terhadap bentuk-bentuk kata serta penguasaan terhadap makna kata. Dalam hal membacakan puisi, kemampuan yang diukur itu selain lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat, juga diukur kemampuan memahami, menganalisis, menemukan, dan sebagainya dari puisi yang dibacakan. Berdasarkan hal ini, maka kemampuan yang diukur itu kemampuan merefleksikan bacaan, baik untuk kepentingan dirinya maupun orang lain berdasarkan suatu teks yang dibaca

Standar Kompetensi Menulis
      Kompetensi menulis diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dalam mengases kemampuan menulis, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya menuliskan pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat bervariasi, kalimat langsung dan tak langsung, bahasa yang baku, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang efektif, bahasa yang singkat, padat, jelas, bahasa yang santun dan sebagainya. Selain itu, kemampuan yang diukur dari siswa adalah kemampuan memahami bacaan dan bentuk-bentuk sastra yang diungkapkan secara tertulis. Ungkapan tertulis ini dapat dilakukan siswa jika memahami bentuk-bentuk paragraf naratif, ekspositif, argumentatif, deskriptif, persuasif, surat dinas, karya tulis ilmiah, teks pidato, puisi, pantun, cerpen, resensi, dan sebagainya. Pemahaman terhadap bentuk bacaan itu serta penguasaan unsur bahasa dapat berwujud kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dengan demikian, dalam mengukur kemampuan menulis perlu mencermati aspek-aspek tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar